SELAMAT HARI KESEHATAN NASIONAL KE 50


Jumat, 06 September 2013

LOSS AND GRIEVING


1.1 Berduka
1.1.1  Definisi berduka
Berduka adalah respon emosi yang diekspresikan terhadap kehilangan yang dimanifestasikan adanya perasaan sedih, gelisah, cemas, sesak nafas, susah tidur, dan lain-lain.
Berduka merupakan respon normal pada semua kejadian kehilangan. NANDA merumuskan ada dua tipe dari berduka yaitu berduka diantisipasi dan berduka disfungsional.
Berduka diantisipasi adalah suatu status yang merupakan pengalaman individu dalam merespon kehilangan yang aktual ataupun yang dirasakan seseorang, hubungan/kedekatan, objek atau ketidakmampuan fungsional sebelum terjadinya kehilangan. Tipe ini masih dalam batas normal.
Berduka disfungsional adalah suatu status yang merupakan pengalaman individu yang responnya dibesar-besarkan saat individu kehilangan secara aktual maupun potensial, hubungan, objek dan ketidakmampuan fungsional. Tipe ini kadang-kadang menjurus ke tipikal, abnormal, atau kesalahan/kekacauan.
1.1.2 Jenis Berduka
1.         Berduka normal, terdiri atas perasaan, perilaku, dan reaksi yang normal terhadap kehilangan.Misalnya, kesedihan, kemarahan, menangis, kesepian, dan menari diri dari aktivitas untuk sementara.
2.         Berduka antisipatif, yaitu proses’melepaskan diri’ yng muncul sebelum kehilangan atau kematian yang sesungguhnya terjadi.Misalnya, ketika menerima diagnosis terminal, seseorang akan memulai proses perpisahan dan menyesuaikan beragai urusan didunia sebelum ajalnya tiba
3.         Berduka yang rumit, dialami oleh seseorang yang sulit untuk maju ke tahap berikutnya,yaitu tahap kedukaan normal.Masa berkabung seolah-olah tidak kunjung berakhir dan dapat mengancam hubungan orang yang bersangkutan dengan orang lain.
4.         Berduka tertutup, yaitu kedudukan akibat kehilangan yang tidak dapat diakui secara terbuka.Contohnya:Kehilangan pasangan karena AIDS, anak mengalami kematian orang tua tiri, atau ibu yang kehilangan anaknya di kandungan atau ketika bersalin.
1.1.3 Teori dari Proses Berduka
Tidak ada cara yang paling tepat dan cepat untuk menjalani proses berduka. Konsep dan teori berduka hanyalah alat yang hanya dapat digunakan untuk mengantisipasi kebutuhan emosional klien dan keluarganya dan juga rencana intervensi untuk membantu mereka memahami kesedihan mereka dan mengatasinya. Peran perawat adalah untuk mendapatkan gambaran tentang perilaku berduka, mengenali pengaruh berduka terhadap perilaku dan memberikan dukungan dalam bentuk empati.
1. Teori Engels
Menurut Engel (1964) proses berduka mempunyai beberapa fase yang dapat diaplokasikan pada seseorang yang sedang berduka maupun menjelang ajal.
1.      Fase I (shock dan tidak percaya)
Seseorang menolak kenyataan atau kehilangan dan mungkin menarik diri, duduk malas, atau pergi tanpa tujuan. Reaksi secara fisik termasuk pingsan, diaporesis, mual, diare, detak jantung cepat, tidak bisa istirahat, insomnia dan kelelahan.
2.      Fase II (berkembangnya kesadaran)
Seseoarang mulai merasakan kehilangan secara nyata/akut dan mungkin mengalami putus asa. Kemarahan, perasaan bersalah, frustasi, depresi, dan kekosongan jiwa tiba-tiba terjadi.
3.      Fase III (restitusi)
Berusaha mencoba untuk sepakat/damai dengan perasaan yang hampa/kosong, karena kehilangan masih tetap tidak dapat menerima perhatian yang baru dari seseorang yang bertujuan untuk mengalihkan kehilangan seseorang.
4.      Fase IV
Menekan seluruh perasaan yang negatif dan bermusuhan terhadap almarhum. Bisa merasa bersalah dan sangat menyesal tentang kurang perhatiannya di masa lalu terhadap almarhum.
5.      Fase V
Kehilangan yang tak dapat dihindari harus mulai diketahui/disadari. Sehingga pada fase ini diharapkan seseorang sudah dapat menerima kondisinya. Kesadaran baru telah berkembang.
2. Teori Kubler-Ross
Kerangka kerja yang ditawarkan oleh Kubler-Ross (1969) adalah berorientasi pada perilaku dan menyangkut 5 tahap, yaitu sebagai berikut:
a)  Penyangkalan (Denial)
Individu bertindak seperti seolah tidak terjadi apa-apa dan dapat menolak untuk mempercayai bahwa telah terjadi kehilangan. Pernyataan seperti “Tidak, tidak mungkin seperti itu,” atau “Tidak akan terjadi pada saya!” umum dilontarkan klien.
b)  Kemarahan (Anger)
Individu mempertahankan kehilangan dan mungkin “bertindak lebih” pada setiap orang dan segala sesuatu yang berhubungan dengan lingkungan. Pada fase ini orang akan lebih sensitif sehingga mudah sekali tersinggung dan marah. Hal ini merupakan koping individu untuk menutupi rasa kecewa dan merupakan menifestasi dari kecemasannya menghadapi kehilangan.
c)  Penawaran (Bargaining)
Individu berupaya untuk membuat perjanjian dengan cara yang halus atau jelas untuk mencegah kehilangan. Pada tahap ini, klien sering kali mencari pendapat orang lain.
d) Depresi (Depression)
Terjadi ketika kehilangan disadari dan timbul dampak nyata dari makna kehilangan tersebut. Tahap depresi ini memberi kesempatan untuk berupaya melewati kehilangan dan mulai memecahkan masalah.
e)  Penerimaan (Acceptance)
Reaksi fisiologi menurun dan interaksi sosial berlanjut. Kubler-Ross mendefinisikan sikap penerimaan ada bila seseorang mampu menghadapi kenyataan dari pada hanya menyerah pada pengunduran diri atau berputus asa.
8. Teori Martocchio
Martocchio (1985) menggambarkan 5 fase kesedihan yang mempunyai lingkup yang tumpang tindih dan tidak dapat diharapkan. Durasi kesedihan bervariasi dan bergantung pada faktor yang mempengaruhi respon kesedihan itu sendiri. Reaksi yang terus menerus dari kesedihan biasanya reda dalam 6-12 bulan dan berduka yang mendalam mungkin berlanjut sampai 3-5 tahun.
9. Teori Rando
Rando (1993) mendefinisikan respon berduka menjadi 3 katagori:
a. Penghindaran
Pada tahap ini terjadi shock, menyangkal dan tidak percaya.
b. Konfrontasi
Pada tahap ini terjadi luapan emosi yang sangat tinggi ketika klien secara berulang-ulang melawan kehilangan mereka dan kedukaan mereka paling dalam dan dirasakan paling akut.
c. Akomodasi
Pada tahap ini terjadi secara bertahap penurunan kedukaan akut dan mulai memasuki kembali secara emosional dan sosial dunia sehari-hari dimana klien belajar untuk menjalani hidup dengan kehidupan mereka.
1.1.4  Respons Berduka
Respons berduka seseorang terhadap kehilangan dapat melalui tahap-tahap berikut(Kubler-Ross, dalam Potter dan Perry,1997)
PengingkaranàMarahàTawar-MenawaràDepresiàPenerimaan
1. Tahap Pengingkaran. Reaksi pertama individu yang mengalami kehilangan adalah syok, tidak percaya, atau mengingkarikenyataan bahwa kehilangan benar-benar terjadi.Reaksi fisik yang terjadi pada tahap ini adalah letih,lemah,pucat,mual,diare,gangguan pernafasan,detak jantung cepat,menangis,gelisah,dan sering kali individu tidak tahu harus berbuat apa.Reaksi ini dapat berlangsung selama beberapa menit hingga beberapa tahun.
2.Tahap Marah. Pada tahap ini individu menolak kehilangan. Kemarahan yang timbul sering diproyeksikan kepada orang lain atau dirinya sendiri.Orang yang mengalami kehilangan juga tidak jarang menunjukkan perilaku agresif, berbicara kasar, menyerang orang lain, menolak pengobatan, bahkan menuduh dokter atau perawat tidak berkompeten. Respon fisik yang sering terjadi antara lain muka merah, denyut nadi cepat, gelisah, susah tidur, tangan mengepal, dan seterusnya.
3.Tahap Tawar-menawar. Pada tahap ini terjadi penundaan kesadaran atas kenyataan terjadinya kehilangan dan dapat mencoba untuk membuat kesepakatan secara halus atau terang-terangan seolah kehilangan tersebut dapat dicegah.Individu mungkin berupaya untuk melakukan tawar-menawar dengan memohon kemurahan Tuhan.
4.Tahap depresi. Pada tahap ini pasien sering menunjukkan sikap menarik diri, kadang-kadang bersikap sangat menurut, tidak mau bicara, menyatakan keputusan, rasa tidak berharga, bahkan bisa muncul keinginan bunuh diri. Gejala fisik ditunjukkan antara lain menolak makan, susah tidur, letih, dan lain-lain.
5.Tahap Penerimaan. Tahap ini berkaitan dengan reorganisasi perasaan kehilangan. Pikiran yang selalu berpusat pada objek yg hilang akan mulai berkurang atau bahkan hilang. Perhatiannya akan beralih pada objek yg baru.Apabila individu dapat memulai tahap tersebut dan menerima dengan perasaan damai, maka dia dapat mengakhiri proses kehilangan secara tuntas.Kegagalan untuk masuk ke proses ini akan mempengaruhi kemampuannya dalam mengatasi perasaan kehilangan selanjutnya.


1.2 Kehilangan
1.2.1 Definisi kehilangan
Kehilangan dan berduka merupakan bagian integral dari kehidupan. Kehilangan adalah suatu kondisi yang terputus atau terpisah atau memulai sesuatu tanpa hal yang berarti sejak kejadian tersebut. Kehilangan mungkin terjadi secara bertahap atau mendadak, bisa tanpa kekerasan atau traumatik, diantisispasi atau tidak diharapkan/diduga, sebagian atau total dan bisa kembali atau tidak dapat kembali.
Kehilangan adalah suatu keadaan individu yang berpisah dengan sesuatu yang sebelumnya ada, kemudian menjadi tidak ada, baik terjadi sebagian atau keseluruhan (Lambert dan Lambert,1985,h.35). Kehilangan merupakan pengalaman yang pernah dialami oleh setiap individu dalam rentang kehidupannya. Sejak lahir individu sudah mengalami kehilangan dan cenderung akan mengalaminya kembali walaupun dalam bentuk yang berbeda.
Kehilangan merupakan suatu kondisi dimana seseorang mengalami suatu kekurangan atau tidak ada dari sesuatu yang dulunya pernah ada atau pernah dimiliki. Kehilangan merupakan suatu keadaan individu berpisah dengan sesuatu yang sebelumnya ada menjadi tidak ada, baik sebagian atau seluruhnya.
Faktor – Faktor yang mempengaruhi kehilangan Antara lain :
a. Perkembangan 
- Anak- anak.
1. Belum mengerti seperti orang dewasa, belum bisa merasakan.
2.Belum menghambat perkembangan.
3.Bisa mengalami regresi
- Orang Dewasa
Kehilangan membuat orang menjadi mengenang tentang hidup,tujuan hidup,
Menyiapkan diri bahwa kematian adalah hal yang tidak bisa dihindari.
b. Keluarga.
            Keluarga mempengaruhi respon dan ekspresi kesedihan. Anak terbesar biasanya menunjukan sikap kuat, tidak menunjukan sikap sedih secara terbuka.
c. Faktor Sosial Ekonomi.
            Apabila yang meninggal merupakan penanggung jawab ekonomi keluarga, beraati kehilangan orang yang dicintai sekaligus kehilangan secara ekonomi.
Dan hal ini bisa mengganggu kelangsungan hidup.
d. Pengaruh Kultural.
            Kultur mempengaruhi manifestasi fisik dan emosi. Kultur ‘barat’ menganggap kesedihan adalah sesuatu yang sifatnya pribadi sehingga hanya diutarakan pada keluarga, kesedihan tidak ditunjukan pada orang lain. Kultur lain menggagap bahwa mengekspresikan kesedihan harus dengan berteriak dan menangis keras-keras.
e. Agama.
            Dengan agama bisa menghibur dan menimbulkan rasa aman. Menyadarkan bahwa kematian sudah ada dikonsep dasar agama. Tetapi ada juga yang menyalahkan Tuhan akan kematian.
f. Penyebab Kematian.
            Seseorang yang ditinggal anggota keluarga dengan tiba-tiba akan menyebabkan shock dan tahapan kehilangan yang lebih lama. Ada yang menganggap bahwa kematian akibat kecelakaan diasosiasikan dengan kesialan.
Kebutuhan Keluarga yang Berduka membutuhkan :
1. Harapan
a. Perawatan yang terbaik sudah diberikan.
b. Keyakinan bahwa mati adalah akhir penderitaan dan kesakitan.
2. Berpartisipasi.
a. Memberi perawatan
b. Sharing dengan staf perawatan.
3. Support
a.  Dengan support klien bisa melewati kemarahan, kesedihan, denial.
b. Support bisa digunakan sebagai koping dengan perubahan yang terjadi.
4. Kebutuhan spiritual.
a.  Berdoa sesuai kepercayaan.
b. Mendapatkan kekuatan dari Tuhan
1.2.2 Tipe Kehilangan
Kehilangan dibagi dalam 2 tipe yaitu:
1. Aktual atau nyata
Mudah dikenal atau diidentifikasi oleh orang lain, misalnya amputasi, kematian orang yang sangat berarti / di cintai.
2. Persepsi
Hanya dialami oleh seseorang dan sulit untuk dapat dibuktikan, misalnya; seseorang yang berhenti bekerja / PHK, menyebabkan perasaan kemandirian dan kebebasannya menjadi menurun.
1.2.3 Jenis-jenis Kehilangan
Terdapat 5 katagori kehilangan, yaitu:
1. Kehilangan seseorang  seseorang yang dicintai ( ACTUAL LOSS )
Kehilangan seseorang yang dicintai dan sangat bermakna atau orang yang berarti adalah salah satu yang paling membuat stress dan mengganggu dari tipe-tioe kehilangan, yang mana harus ditanggung oleh seseorang.
Kematian juga membawa dampak kehilangan bagi orang yang dicintai. Karena keintiman, intensitas dan ketergantungan dari ikatan atau jalinan yang ada, kematian pasangan suami/istri atau anak biasanya membawa dampak emosional yang luar biasa dan tidak dapat ditutupi.
Contoh : kehilangan anggota badan , kehilngan suami/ istri , kehilangan pekerjaan.
2. Kehilangan yang ada pada diri sendiri ( LOSS OF SELF )
Bentuk lain dari kehilangan adalah kehilangan diri atau anggapan tentang mental seseorang. Anggapan ini meliputi perasaan terhadap keatraktifan, diri sendiri, kemampuan fisik dan mental, peran dalam kehidupan, dan dampaknya. Kehilangan dari aspek diri mungkin sementara atau menetap, sebagian atau komplit. Beberapa aspek lain yang dapat hilang dari seseorang.
Contoh : misalnya kehilangan pendengaran, ingatan, usia muda, fungsi tubuh.
3. Kehilangan objek eksternal
Kehilangan objek eksternal misalnya kehilangan milik sendiri atau bersama-sama, perhiasan, uang atau pekerjaan. Kedalaman berduka yang dirasakan seseorang terhadap benda yang hilang tergantung pada arti dan kegunaan benda tersebut.
4. Kehilangan lingkungan yang dikenal
Kehilangan diartikan dengan terpisahnya dari lingkungan yang sangat dikenal termasuk dari kehidupan latar belakang keluarga dalam waktu satu periode atau bergantian secara permanen.
Contoh : pindah kekota lain, maka akan memiliki tetangga yang baru dan proses penyesuaian baru.
5. Kehilangan kehidupan/ meninggal
Seseorang dapat mengalami mati baik secara perasaan, pikiran dan respon pada kegiatan dan orang disekitarnya, sampai pada kematian yang sesungguhnya. Sebagian orang berespon berbeda tentang kematian
2.2.4 Rentang Respon Kehilangan
Denial—–> Anger—–> Bergaining——> Depresi——> Acceptance
1. Fase denial
a. Reaksi pertama adalah syok, tidak mempercayai kenyataan
b. Verbalisasi;” itu tidak mungkin”, “ saya tidak percaya itu terjadi ”.
c. Perubahan fisik; letih, lemah, pucat, mual, diare, gangguan pernafasan, detak jantung cepat, menangis, gelisah.
2. Fase anger / marah
a. Mulai sadar akan kenyataan
b. Marah diproyeksikan pada orang lain
c. Reaksi fisik; muka merah, nadi cepat, gelisah, susah tidur, tangan mengepal.
d. Perilaku agresif.
3. Fase bergaining / tawar- menawar.
a. Verbalisasi; “ kenapa harus terjadi pada saya ? “ kalau saja yang sakit bukan saya “ seandainya saya hati-hati “.
4.  Fase depresi
a. Menunjukan sikap menarik diri, tidak mau bicara atau putus asa.
b. Gejala ; menolak makan, susah tidur, letih, dorongan libido menurun.
5. Fase acceptance
a. Pikiran pada objek yang hilang berkurang.
b. Verbalisasi ;” apa yang dapat saya lakukan agar saya cepat sembuh”, “ yah, akhirnya saya harus operasi.
2.2.5  Dampak Kehilangan
1. Pada masa anak-anak, kehilangan dapat mengancam kemampuan untuk berkembang, kadang akan timbul regresi serta rasa takut untuk ditinggalkan atau dibiarkan kesepian.
2. Pada masa remaja atau dewas muda, kehilangan dapat menyebabkan disintegrasi dalam keluarga
3. Pada masa dewasa tua, kehilangan khususnya kematian pasangan hidup dapat menjadi pukulan yang sangat berat dan menghilangkan semangat hidup orang yang ditinggalkan.
























Daftar pustaka

KEBUTUHAN DASAR OKSIGENASI


1. PENGERTIAN OKSIGENASI
Oksigen merupakan kebutuhab fisik hidup dasar manusia salain air dan makanan. Oksigen ditemukan oleh PRIESTLY tahun 1777. Menurut bentuknya O2 ada 2 bentuk yaitu gas dan liquid (cairan yang menguap)
Oksigen (O2) adalah satu komponen gas dan unsur vital dalam proses metabolisme untuk mempertahankan kelangsungan hidup seluruh sel-sel tubuh. Oksigenasi adalah peristiwa menghirup udara dari luar yang mengandung Oksigen (O2) kedalam tubuh serta menghembuskan Karbondioksida (CO2) sebagai hasil sisa oksidasi.
Penyampaian oksigen ke jaringan tubuh ditentukan oleh sistem respirasi (pernafasan), kardiovaskuler dan hematology.

2.   TUJUAN PEMBERIAN OKSIGENASI
2.1  Untuk mempertahankan oksigen yang adekuat pada jaringan
2.2. Untuk menurunkan kerja paru-paru
2.3. Untuk menurunkan kerja jantung

3.   ANATOMI SISTEM PERNAPASAN
Anatomi pernapasan tubuh kita terdiri dari 2 bagian yaitu :
3.1. Alat pernapasan bagian atas
3.2  Alat pernapasan bagian bawah

 Alat pernapasan bagian atas :
1. Hidung
• Terdiri atas bagian eksternal dan internal
• Bagian eksternal menonjol dari wajah dan disangga oleh tulang hidung dan kartilago
• Bagian internal hidung adalah rongga berlorong yang dipisahkan menjadi rongga
   hidung kanan dan kiri oleh pembagi vertikal yang sempit, yang disebut septum
• Rongga hidung dilapisi dengan membran mukosa yang sangat banyak mengandung
   vaskular yang disebut mukosa hidung
• Permukaan mukosa hidung dilapisi oleh sel-sel goblet yang mensekresi lendir secara
   terus menerus dan bergerak ke belakang ke nasofaring oleh gerakan silia
• Hidung berfungsi sebagai saluran untuk udara mengalir ke dan dari paru-paru
• Hidung juga berfungsi sebagai penyaring kotoran dan melembabkan serta
   menghangatkan udara yang dihirup ke dalam paru-paru
• Hidung juga bertanggung jawab terhadap olfaktori (penghidu) karena reseptor
  olfaktori terletak dalam mukosa hidung, dan fungsi ini berkurang sejalan dengan
  pertambahan usia
2. Faring
• Faring atau tenggorok merupakan struktur seperti tuba yang menghubungkan hidung
  dan rongga mulut ke laring
• Faring dibagi menjadi tiga region : nasal (nasofaring), oral (orofaring), dan laring
  (laringofaring)
• Fungsi faring adalah untuk menyediakan saluran pada traktus respiratorius dan
  digestif

3. Laring
• Laring atau organ suara merupakan struktur epitel kartilago yang menghubungkan
  faring dan trakea
• Laring sering disebut sebagai kotak suara dan terdiri atas :
   - Epiglotis : daun katup kartilago yang menutupi ostium ke arah laring selama
     menelan
   - Glotis : ostium antara pita suara dalam laring
   - Kartilago tiroid : kartilago terbesar pada trakea, sebagian dari kartilago ini
     membentuk jakun (Adam's apple)
   - Kartilago krikoid : satu-satunya cincin kartilago yang komplit dalam laring
     (terletak di bawah kartilago tiroid)
   - Kartilago aritenoid : digunakan dalam gerakan pita suara dengan kartilago
     tiroid
   - Pita suara : ligamen yang dikontrol oleh gerakan otot yang menghasilkan
     bunyi suara (pita suara melekat pada lumen laring)
• Fungsi utama laring adalah untuk memungkinkan terjadinya vokalisasi
• Laring juga berfungsi melindungi jalan nafas bawah dari obstruksi benda asing dan
   memudahkan batu.

4. Trakea
• Disebut juga batang tenggorok
• Ujung trakea bercabang menjadi dua bronkus yang disebut karina




 Saluran Nafas Bawah :
1. Bronkus
• Terbagi menjadi bronkus kanan dan kiri
• Disebut bronkus lobaris kanan (3 lobus) dan bronkus lobaris kiri (2 bronkus)
• Bronkus lobaris kanan terbagi menjadi 10 bronkus segmental dan bronkus lobaris
   kiri terbagi menjadi 9 bronkus segmental
• Bronkus segmentalis ini kemudian terbagi lagi menjadi bronkus subsegmental yang
  dikelilingi oleh jaringan ikat yang memiliki : arteri, limfatik dan saraf

2. Bronkiolus
• Bronkus segmental bercabang-cabang menjadi bronkiolus
• Bronkiolus mengadung kelenjar submukosa yang memproduksi lendir yang
   membentuk selimut tidak terputus untuk melapisi bagian dalam jalan napas

3. Bronkiolus Terminalis
• Bronkiolus membentuk percabangan menjadi bronkiolus terminalis (yang tidak
   mempunyai kelenjar lendir dan silia)

4. Bronkiolus respiratori
• Bronkiolus terminalis kemudian menjadi bronkiolus respiratori
• Bronkiolus respiratori dianggap sebagai saluran transisional antara jalan napas
   konduksi dan jalan udara pertukaran gas

5. Duktus alveolar dan Sakus alveolar
• Bronkiolus respiratori kemudian mengarah ke dalam duktus alveolar dan sakus
   alveolar
• Dan kemudian menjadi alveoli

6. Alveoli
• Merupakan tempat pertukaran O2 dan CO2
• Terdapat sekitar 300 juta yang jika bersatu membentuk satu lembar akan seluas
   70m2

• Terdiri atas 3 tipe :
- Sel-sel alveolar tipe I : adalah sel epitel yang membentuk dinding alveoli
- Sel-sel alveolar tipe II : adalah sel yang aktif secara metabolik dan mensekresi
  surfaktan (suatu fosfolipid yang melapisi permukaan dalam dan mencegah alveolar
  agar tidak kolaps)
- Sel-sel alveolar tipe III : adalah makrofag yang merupakan sel-sel fagotosis dan
  bekerja sebagai mekanisme pertahanan


7. Paru
• Merupakan organ yang elastis berbentuk kerucut
• Terletak dalam rongga dada atau toraks
• Kedua paru dipisahkan oleh mediastinum sentral yang berisi jantung dan beberapa
   pembuluh darah besar
• Setiap paru mempunyai apeks dan basis
• Paru kanan lebih besar dan terbagi menjadi 3 lobus oleh fisura interlobaris
• Paru kiri lebih kecil dan terbagi menjadi 2 lobus
• Lobos-lobus tersebut terbagi lagi menjadi beberapa segmen sesuai dengan segmen
   bronkusnya

8. Pleura
• Merupakan lapisan tipis yang mengandung kolagen dan jaringan elastis
• Terbagi mejadi 2 :
   - Pleura parietalis yaitu yang melapisi rongga dada
   - Pleura viseralis yaitu yang menyelubingi setiap paru-paru
• Diantara pleura terdapat rongga pleura yang berisi cairan tipis pleura yang berfungsi
   untuk memudahkan kedua permukaan itu bergerak selama pernapasan, juga untuk
   mencegah pemisahan toraks dengan paru-paru
• Tekanan dalam rongga pleura lebih rendah dari tekanan atmosfir, hal ini untuk
   mencegah kolap paru-paru




4.  FISIOLOGI SISTEM PERNAPASAN

4.1. Peristiwa bernapas terdiri dari 2 bagian:
    4.1.1. Menghirup udara (inpirasi)
        Inspirasi adalah terjadinya aliran udara dari sekeliling masuk melalui saluran pernapasan                                     sampai keparu-paru. Proses inspirasi : volume rongga dada naik/lebih besar tekanan rongga   dada turun/lebih kecil.
   4.1.2. Menghembuskan udara (ekspirasi)
       Tidak banyak menggunakan tenaga, karena ekspirasi adalah suatu gerakan pasif yaitu terjadi relaxasi otot-otot pernapasan. Proses ekspirasi : volume rongga dada turun/lebih kecil, tekanan rongga dada naik/lebih besar.

4.2. Proses bernafas terdiri dari 3 bagian, yaitu :
4.2.1. Ventilasi
Ventilasi yaitu masuk dan keluarnya udara atmosfir dari alveolus ke paru-paru atau sebaliknya. Proses keluar masuknya udara paru-paru tergantung pada perbedaan tekanan antara udara atmosfir dengan alveoli. Pada inspirasi, dada ,mengembang, diafragma turun dan volume paru bertambah. Sedangkan ekspirasi merupakan gerakan pasif.
Faktor-faktor yang mempengaruhi ventilasi :
a. Tekanan udara atmosfir
b. Jalan nafas yang bersih
c. Pengembangan paru yang adekuat

4.2.2. Difusi
Difusi yaitu pertukaran gas-gas (oksigen dan karbondioksida) antara alveolus dan kapiler paru-paru. Proses keluar masuknya udara yaitu dari darah yang bertekanan/konsentrasi lebih besar ke darah dengan tekanan/konsentrasi yang lebih rendah. Karena dinding alveoli sangat tipis dan dikelilingi oleh jaringan pembuluh darah kapiler yang sangat rapat, membran ini kadang disebut membran respirasi.
Perbedaan tekanan pada gas-gas yang terdapat pada masing-masing sisi membran respirasi sangat mempengaruhi proses difusi. Secara normal gradien tekanan oksigen antara alveoli dan darah yang memasuki kapiler pulmonal sekitar 40 mmHg.
Faktor-faktor yang mempengaruhi difusi :
a. Luas permukaan paru
b. Tebal membran respirasi
c. Jumlah darah
d. Keadaan/jumlah kapiler darah
e. Afinitas
f. Waktu adanya udara di alveoli

4.2.3. Transpor
Transpor yaitu pengangkutan oksigen melalui darah ke sel-sel jaringan tubuh dan sebaliknya karbondioksida dari jaringan tubuh ke kapiler. Oksigen perlu ditransportasikan dari paru-paru ke jaringan dan karbondioksida harus ditransportasikan dari jaringan kembali ke paru-paru. Secara normal 97 % oksigen akan berikatan dengan hemoglobin di dalam sel darah merah dan dibawa ke jaringan sebagai oksihemoglobin. Sisanya 3 % ditransportasikan ke dalam cairan plasma dan sel-sel.


Faktor-faktor yang mempengaruhi laju transportasi :
a. Curah jantung (cardiac Output / CO)
b. Jumlah sel darah merah
c. Hematokrit darah
d. Latihan (exercise)

4.2.4. Volume paru
Volume paru normal diukur melalui pemeriksaan fungsi polmonar. Spirometri mengukur folume udara yang memasuki atau meninggalkan paru-paru.
Variasi volume paru dapat dihubungkan dengan:
a. Status kesehatan
b. Tingkat kekuatan otot pernapasan
c. Tingkat kompliansi

4.2.5. Sirkulasi pulmonary
Dimulai dari arteri pulmonary yang menerima darah dari vena yang membawa campuran oksigen dari vertikel kanan. Sisterm ini tergantung pada kemampuan pompa vertikel kanan yang mengeluarkan darah sekitar 4-6 liter/menit.darah mengalir dari arteri pulmonary ke kapiler pulmonary tempat darah kontak dengan membrane kapiler-alveolor dan berlangsung pertukaran gas dan pernapasan. Darah yang kaya O2 bersikulasi melalui venula pulmonary dan vena pulmunar kembali ke atrium kiri.

4.2.6. Distribusi
Paru-paru menerima curah jantung total dari vertikel kanan dan tidak mengalirkan darah dari suatu daerah lain kecuali hipoksia alveolar.

4.2.7. Transportasi Oksigen
Terdiri dari sistem paru dan kardiovaskuler. Proses ini bergantung pada jumlah oksigen yang masuk keparu-paru (ventilasi, aliran darah keparu-paru dan jaringan) perfusi, kecepatan difusi dan kapasitas membawa oksigen.

5.  FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERNAPASAN

5.1. Faktor Fisiologis
Faktor fisiologis yang mempengaruhi oksigenasi meliputi :
a. Penurunan kapasitas membawa oksigen
b. Penurunan konsentrasi oksigen oksigen yang diinspirasi

5.2. Faktor Perkembangan
Saat lahir terjadi perubahan respirasi yang besar yaitu paru-paru yang sebelumnya berisi cairan menjadi berisi udara. Bayi memiliki dada yang kecil dan jalan nafas yang pendek. Bentuk dada bulat pada waktu bayi dan masa kanak-kanak, diameter dari depan ke belakang berkurang dengan proporsi terhadap diameter transversal. Pada orang dewasa thorak diasumsikan berbentuk oval. Pada lanjut usia juga terjadi perubahan pada bentuk thorak dan pola napas. Tahap perkembangan klien dan proses penuaan yang normal mempengaruhi oksigenasi jaringan:
- Bayi Prematur
- Bayi dan Todler
- Anak usia sekolah dan remaja
- Dewasa muda dan dewasa pertengahan
- Lansia

5.3. Lingkungan
Ketinggian, panas, dingin dan polusi mempengaruhi oksigenasi. Makin tinggi daratan, makin rendah PaO2, sehingga makin sedikit O2 yang dapat dihirup individu. Sebagai akibatnya individu pada daerah ketinggian memiliki laju pernapasan dan jantung yang meningkat, juga kedalaman pernapasan yang meningkat.
Sebagai respon terhadap panas, pembuluh darah perifer akan berdilatasi, sehingga darah akan mengalir ke kulit. Meningkatnya jumlah panas yang hilang dari permukaan tubuh akan mengakibatkan curah jantung meningkat sehingga kebutuhan oksigen juga akan meningkat. Pada lingkungan yang dingin sebaliknya terjadi kontriksi pembuluh darah perifer, akibatnya meningkatkan tekanan darah yang akan menurunkan kegiatan-kegiatan jantung sehingga mengurangi kebutuhan akan oksigen.

5.4. Gaya Hidup
Aktifitas dan latihan fisik meningkatkan laju dan kedalaman pernapasan dan denyut jantung, demikian juga suplay oksigen dalam tubuh. Merokok dan pekerjaan tertentu pada tempat yang berdebu dapat menjadi predisposisi penyakit paru.

5.5. Status Kesehatan
Pada orang yang sehat sistem kardiovaskuler dan pernapasan dapat menyediakan oksigen yang cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuh. Akan tetapi penyakit pada sistem kardiovaskuler kadang berakibat pada terganggunya pengiriman oksigen ke sel-sel tubuh. Selain itu penyakit-penyakit pada sistem pernapasan dapat mempunyai efek sebaliknya terhadap oksigen darah. Salah satu contoh kondisi kardiovaskuler yang mempengaruhi oksigen adalah anemia, karena hemoglobin berfungsi membawa oksigen dan karbondioksida maka anemia dapat mempengaruhi transportasi gas-gas tersebut ke dan dari sel.

5.6. Narkotika
Narkotika seperti morfin dan dapat menurunkan laju dan kedalam pernapasan ketika depresi pusat pernapasan dimedula. Oleh karena itu bila memberikan obat-obat narkotik analgetik, perawat harus memantau laju dan kedalaman pernapasan.

5.7. Perubahan/gangguan pada fungsi pernapasan
Fungsi pernapasan dapat terganggu oleh kondisi-kondisi yang dapat mempengarhi pernapasan yaitu :
a. Pergerakan udara ke dalam atau keluar paru
b. Difusi oksigen dan karbondioksida antara alveoli dan kapiler paru
c. Transpor oksigen dan transpor dioksida melalui darah ke dan dari sel jaringan.
Gangguan pada respirasi yaitu hipoksia, perubahan pola napas dan obstruksi sebagian jalan napas.
Hipoksia yaitu suatu kondisi ketika ketidakcukupan oksigen di dalam tubuh yang diinspirasi sampai jaringan. Hal ini dapat berhubungan dengan ventilasi, difusi gas atau transpor gas oleh darah yang dapat disebabkan oleh kondisi yang dapat merubah satu atau lebih bagian-bagian dari proses respirasi. Penyebab lain hipoksia adalah hipoventilasi alveolar yang tidak adekuat sehubungan dengan menurunnya tidal volume, sehingga karbondioksida kadang berakumulasi didalam darah.
Sianosis dapat ditandai dengan warna kebiruan pada kulit, dasar kuku dan membran mukosa yang disebabkan oleh kekurangan kadar oksigen dalam hemoglobin. Oksigenasi yang adekuat sangat penting untuk fungsi serebral. Korteks serebral dapat mentoleransi hipoksia hanya selama 3 - 5 menit sebelum terjadi kerusakan permanen. Wajah orang hipoksia akut biasanya terlihat cemas, lelah dan pucat.

5.8. Perubahan pola nafas
Pernapasan yang normal dilakukan tanpa usaha dan pernapasan ini sama jaraknya dan sedikit perbedaan kedalamannya. Bernapas yang sulit disebut dyspnoe (sesak). Kadang-kadang terdapat napas cuping hidung karena usaha inspirasi yang meningkat, denyut jantung meningkat. Orthopneo yaitu ketidakmampuan untuk bernapas kecuali pada posisi duduk dan berdiri seperti pada penderita asma.

5.9. Obstruksi jalan napas
Obstruksi jalan napas lengkap atau sebagaian dapat terjadi di sepanjang saluran pernapasan di sebelah atas atau bawah. Obstruksi jalan napas bagian atas meliputi : hidung, pharing, laring atau trakhea, dapat terjadi karena adanya benda asing seperti makanan, karena lidah yang jatuh kebelakang (otrhopharing) bila individu tidak sadar atau bila sekresi menumpuk disaluran napas.
Obstruksi jalan napas di bagian bawah melibatkan oklusi sebagian atau lengkap dari saluran napas ke bronkhus dan paru-paru. Mempertahankan jalan napas yang terbuka merupakan intervensi keperawatan yang kadang-kadang membutuhkan tindakan yang tepat. Onbstruksi sebagian jalan napas ditandai dengan adanya suara mengorok selama inhalasi (inspirasi).



6. MASALAH YANG BERHUBUNGAN DENGAN FUNGSI RESPIRASI

6.1. HYPOXIA
Merupakan kondisi ketidakcukupan oksigen dalam tubuh, dari gas yang diinspirasi ke jaringan. Hal ini berhubungan dengan 3 bagian / proses respirasi, yaitu : ventilasi, difusi gas, atau transport gas oleh darah, dan dapat disebabkan oleh satu atau lebih perubahan kondisi pada proses tersebut. Pada tempat yang tinggi, tekanan partial oksigen turun, karena itu tekanan partial alveoli dan arteri menurun → disebut hypoxic hypoxia. Penyebab lain hipoxia adalah hipoventilasi yaitu ketidakcukupan ventilasi alveoli oleh karena penurunan volume tidal. Penurunan volume tidal (sebagai contoh , pada penyakit otot respirasi, obat – obatan, atau analgesik ), carbondioksida sering terakumulasi dalam darah. Hipoxia dapat berkembang ketika kemampuan paru untuk mendifusikan oksigen ke dalam darah arteri menurun, seperti pada edema pulmonaer, atau akibat dari masalah pembebasan oksigen ke jaringan.
Menurut waktu terjadinya hipoksia dibagi 3, yaitu :
1. hipoksia akut
2. hipoksia subakut
3. hipoksia kronis
Menurut Barkroft ada 3 faktor penyebab hipoksia :
1. tekanan oksigen dalam alveoli atau udara pernapasan
2. aliran darah
3. kapasitas darah untuk mengikat oksigen atau kadar hemoglobin
Macam-macam hipoksia menurut penyebabnya :
1. hipoksis hipoksia
2. anaemik hipoksia
3. stagnan hipoksia
4. histotoksik hipoksia

Penyebab terjadinya hipoksia :
1. gangguan pernapasan
2. gangguan peredaran darah
3. gangguan sistem metabolisme
4. gangguan permeabilitas jaringan untuk mengikat oksigen (nekrose).
- Tachypnea
nafas yang cepat, dijumpai pada demam, asidosis metabolik, nyeri, hipercapnea, anoxemia ( penurunan O2 dalam darah ).

-Bradypnea
nafas yang lambat, dijumpai pada pasien yang mendapat morphie sulfat ( penyebab depresi respirasi ), asidosis metabolik, dan pasien dengan PTIK ( peningkatan tekanan intrakranial, → injuri otak ).

6.2. Hyperventilasi
jumlah udara dalam paru berlebihan. Sering disebut hyperventilasi elveoli, sebab jumlah udara dalam alveoli melebihi kebutuhan tubuh, yang berarti bahwa CO2 yang dieliminasi lebih dari yang diproduksi → menyebabkan peningkatan rata – rata dan kedalaman pernafasan.
Tanda dan gejala :
- pusing
- nyeri kepala
- henti jantung
- koma
- ketidakseimbangan elektrolit

6.3. Hypoventilasi
ke/tidakcukupan ventilasi alveoli (ventilasi tidak mencukupi kebutuhan tubuh), sehingga CO2 dipertahankan dalam aliran darah. Hypoventilasi dapat terjadi sebagai akibat dari kollaps alveoli, obstruksi jalan nafas, atau efek samping dari beberapa obat.
Tanda dan gejala:
- napas pendek
- nyeri dada
- sakit kepala ringan
- pusing dan penglihatan kabur
- baal

6.4. Cheyne Stokes
bertambah dan berkurangnya ritme respirasi, dari perafasan yang sangat dalam, lambat dan akhirnya diikuti periode apnea, o.k gagal jantung kongestif, PTIK, dan overdosis obat. Terjadi dalam keadaan dalam fisiologis maupun pathologis.
Fisiologis :
a. orang yang berada ketinggian 12000-15000 kaki
b. pada anak-anak yang sedang tidur
c. pada orang yang secara sadar melakukan hyperventilasi

Pathologis :
a. gagal jantung
b. pada pasien uraemi ( kadar ureum dalam darah lebih dari 40mg%)

6.5. Kussmaul’s ( hyperventilasi )
peningkatan kecepatan dan kedalaman nafas biasanya lebih dari 20 x per menit. Dijumpai pada asidosisi metabolik, dan gagal ginjal.

6.6. Apneustic
henti nafas , pada gangguan sistem saraf pusat

6.7. Biot”s
nafas dangkal, mungkin dijumpai pada orang sehat dan klien dengan gangguan sistem saraf pusat. Normalnya bernafas hanya membutuhkan sedikit usaha. Kesulitan bernafas disebut dyspnea.

DAFTAR PUSTAKA