Menilik kembali ke belakang pada era 50-an, penyakit malaria merupakan penyakit rakyat yang terbanyak penderitanya dan berjangkit di seluruh Indonesia. Ratusan ribu jiwa mati akibat malaria yang sebenarnya, melalui penyelidikan dan pengalaman penyakit malaria di Indonesia dapat dieliminasi. Oleh karena itu pemerintah melakukan usaha pembasmian malaria (malaria eradication) yang berarti melenyapkan malaria dari penjuru tanah air. Untuk mencapai hal tersebut, pada tahun 1959 dibentulah Dinas Pembasmian Malaria yang pada bulan Januari 1963 dirubah menjadi Komando Operasi Pembasmian Malaria (KOPEM). Pembasmian malaria ditangani secara bersama oleh pemerintah, WHO, USAID dan direncanakan pada tahun 1970 malaria akan hilang dari bumi Indonesia. Pembasmian malaria dilakukan dengan menggunakan obat baru yaitu DDT, dengan penyemprotan secara masal rumah-rumah di seluruh Jawa, Bali dan Lampung.
Penyemprotan secara simbolis dilakukan oleh Bung Karno selaku Presiden RI pada tanggal 12 November 1959 di desa Kalasan, sekitar 10 km di sebelah timur kota Yogyakarta. Selanjutnya, kegiatan tersebut dibarengi dengan kegiatan pendidikan atau penyuluhan kepada masyarakat. 5 tahun kemudian, kurang lebih 63 juta penduduk telah mendapat perlindungan dari penyakit malaria.
Sehingga pada tanggal 12 November 1964, keberhasilan pemberantasan malaria diperingati sebagai Hari Kesehatan Nasional (HKN) yang pertama. HKN diperingati setiap tahun sebagai pendorong untuk meningkatkan pembangunan kesehatan masyarakat.
Di era Pelita I yang dimulai tahun 1969-1974, perkembangan kesehatan nasional masih memprihatinkan. Ditemukan fakta bahwa, dari 1000 bayi yang lahir hidup setiap tahun, 125 –150 meninggal sebelum berumur 1 tahun.
Dilain pihak, sejarah keberhasilan penyakit cacar misalnya- menjadi pelajaran berharga dalam sejarah pemberantasan penyakit menular. Vaksin kering yang dibuat oleh Prof. Dr. Sardjito mudah dibagikan ke sejumlah daerah di Indonesia, sehingga berhasil melakukan pencacaran.
Pada Pelita II, berbagai masalah kesehatan masih banyak dijumpai. Pembangunan kesehatan diarahkan untuk tercapainya ketersediaan sarana, tenaga pelayanan kesehatan yang memenuhi kebutuhan masyarakat, mengurangi jumlah penderita penyakit dan menekan timbulnya wabah penyakit. Meningkatkan perbaikan gizi, ketersediaan sarana sanitasi dan pengembangan kesadaran masyarakat untuk hidup sehat dan keluarga sejahtera.
Pada Pelita III (1978-1983) masih tetap memperihatinkan. AKI dan AKB masih tinggi. Namun demikian, program KB pada era ini ternyata mencapai kemajuan yang sangat signifian. Sejarah mencatat bahwa program KB berhasil mencapai akseptor 12,8 juta. Tingkat kesuburan turun, angka kelahiran turun dari 2,7% sebelum KB diluncurkan menjadi 2%.
“Keberhasilan program KB di Indonesia merupakan kisah sukses dalam sejarah keluarga berencana di dunia.” –dikutip dalam salah satu edisi ‘Population’. Di era ini juga dimulainya Pembangunan Kesehatan Masyarakat Desa (PKMD), Posyandu dan Penyuluhan Kesehatan.
Di era ini juga dimulainya Pembangunan Kesehatan Masyarakat Desa (PKMD), Posyandu dan Penyuluhan Kesehatan.
Di tahun 1993, gebrakan untuk Larangan Merokok mulai digalakkan. Produsen rokok harus mencantumkan tulisan bahaya merokok di kemasan produknya. Pembangunan kesehatan juga menentang stigma dan diskriminasi terhadap ODHA. Pada tahun ini obat Generik diperkenalkan agar masyarakat dapat lebih mudah mendapatkan obat.
Gizi masyarakat ditingkatkan melalui berbagai program seperti GAKI Iodium, Tablet tambah darah untuk Anemia Gizi Besi, Pemberian Kapsul Vit A dan Energi Protein.
Pekan Imunisasi Nasional di tahun 1995 menjadi sebuah program nasional yang meraih kesuksesan dalam penggerakan masyarakat. Upaya ini dimaksudkan agar anak Indonesia terbebas dari polio.
Tahun 1998 hingga 2009 merupakan Era Paradigma Sehat. Terkait dengan Visi Indonesia Sehat 2010, yang dimaknai dengan perubahan cara berfikir dari makna kesehatan yang semula diarahkan bagaimana menyembuhkan orang sakit, menjadi berfiir bagaimana sehat mental, fisik, spiritual, lingkungan dan faktor pendukung lain; itu berarti masyakat mampu untuk menceegah penyakit. Hal ini memiliki konsekuensi bahwa pembangunan semua sektor harus memperhatikan dampak terhadap bidang kesehatan, memberikan kontribusi positif dan tidak merugikan manusia yang hidup dalam lingkungan dan perilaku sehat.
Periode 2005- 2014, pembangunan kesehatan telah sejalan dengan visi kabinet Indonesia Bersatu, yaitu Indonesia yang sejahtera, demokratis dan berkeadilan. Untuk mewujudkan visi kabinet tersebut, Kemenkes telah merumuskan visi, misi, nilai-nilai, strategi, sasaran serta program prioritasnya.
Berbagai program dicanangkan antara lain: Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkeskas); Desa Siaga, Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) dan
Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Dilaksanakan juga berbagai penanganan seperti: Flu Burung, Imunisasi, DTPK, PDBK dan Eradikasi Polio.
Berkat pelaksanaan pembangunan kesehatan yang berkesinambungan selama beberapa dasawarsa, maka derajat kesehatan masyarakat Indonesia meningkat. Namun masih terdapat disparitas bidang kesehatan, sosial dan ekonomi.
Oleh karena itu, visi Kemenkes tahun 2010 – 2014 adalah “Mewujudkan Masyarakat yang Mandiri dan Berkedaulatan.” Sedangkan fokus pembangunan kesehatan adalah meningkatkan akses masyarakat ke pelayanan kesehatan yang komprehensif dan bermutu.
Hal yang patut dibanggakan bagi masyarakat Indonesia adalah pada tahun 2014 telah mendapatkan sertifiat Bebas Polio dari WHO. Hal ini adalah kedua kalinya badan dunia tersebut memberikan sertifiat setelah sebelumnya Indonesia telah bebas penyakit cacar pada tahun 1974.
Banyak tantangan yang harus dihadapi, namun bukan berarti tidak bisa kita lalui. Pengalaman dalam melaksanakan pembangunan kesehatan sangat bermanfaat dalam meningkatkan kinerja di masa depan.
Perlu dukungan seluruh jajaran kesehatan, baik di tingkat pusat maupun di daerah, masyarakat, serta dunia usaha. Koordinasi, sinkronisasi dan sinergisme sangat penting untuk mewujudkan implementasi pembangunan kesehatan yang diharapkan.