SELAMAT HARI KESEHATAN NASIONAL KE 50


Rabu, 21 Desember 2011

ASUHAN KEPERAWATAN KUEN DENGAN SINDROMA GUILLAN BARRE (GBS)

ASUHAN KEPERAWATAN
KUEN DENGAN SINDROMA GUILLAN BARRE (GBS)

1.1. Landasan Teori
1) Pengertian
(1) Sindroma Guillan Barre adalah gangguan kelemahan neuromuskuler akut yang memburuk secara progresif yang dapat mengarah pada kelumpuhan total tetapi biasanya poralisis sementara. (Marylin Dongoes, 2000. Mursing Care Plants, Philadelphia: MF A. Davis Company).
(2) Sindroma Guillan Barre adalah penyakit yang akut atau lebih tetap akut sub akut yang lambat laun menjadi poralik dengan penyebab, namun kecenderungan mulai terarah pada proses imunologik (FK, Unair, Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Penyakit Syaraf, Surabaya 1997).
2) Etiologi
Penyebab pasti belum diketahui, tetapi bisa disebabkan oleh berbagai hal :
(1) Dahulu sindroma ini diduga disebabkan virus, tetapi akhir-akhir ini dikarenakan kelainan imunologik.
(2) Dua pertiga klien berhubungan dengan penyakit infeksi atau kejadian akut.
(3) Interval antara penyakit yang mendahului sekitar 1 – 3 minggu. Biasanya sering didahului oleh influensa, ISPA dan saluran pencernaan.
(4) Dapat pula oleh infeksi bakteri, gangguan endokrin, tindakan operasi, anastesi dan lain-lain (Prof. Dokter Syamsir, M.S. Ahli Syaraf UGM, 1997).
3) Patofisiologi
Penyakit GBS disebabkan oleh virus atau imunologik. Infeksi virus atau bakteri yang mempengaruhi respon imun pada badan penderita terutama limpositnya dan makrofagmanya dan akan migrasi ke dalam susunan saraf perifer terjadi perubahan patologis (Infiltrat dan Oedema).
4) Gejala klinis
(1) Gangguan syaraf otonom
• Retensi kemih
• Hipotensi postural
• Techicardi
• Hipertensi
• Aritmia
(2) Gangguan syaraf somatis
• Parastesia tungkai dan kaki (gejala awal) menyebar ke kelenjar serta otot pernafasan.
• Nyeri (iritasi radius syaraf).
• Tonus otot menurun.
• Reflek tendon menghilang.
(3) Gangguan syaraf kranial
• Pada nerves vii : Fasialis (ekspresi wajah)
• Pada nerves ix : Glosofaringelis (menelan, muntah)
• Pada nerves x : Vagus
Virus / bakteri


Gangguan imun terutama limposit & marofag
(terjadi sentilisasi limposit dan makrofag)

Migrasi

Saraf perifer (terjadi patologis, infiltrat
dan edema)


Gangguan syaraf Gangguan syaraf Gangguan syaraf
Otonom Somatis Kranial

5) Penatalaksanaan Medis
(1) Berikan pengobatan dengan kortison dengan skema sebagai berikut :
• Hari I, II dan III : 3 x 100 mg
• Hari IV dan V : 3 x 75 mg
• Hari VI : 3 x 50 mg
• Hari VII sampai VIII : 2 x 50 mg
• Hari XIV : 1 x 50 mg
(2) Di samping pengobatan ini diberikan juga terapi vitamin B complek.
(3) Diet rendah garam dan diberikan KCL 3 x 500 mg
(4) Fisioterapi
(5) Penggunaan ventilator mekanik
(Kapita Selekta Kedokteran, Edisi II. 1982)
6) Pengkajian
(1) Biodata
Sering terjadi pada wanita usia muda
(2) Keluhan utama
-
(3) Riwayat penyakit sekarang
Kelemahan neuromuskuler dan paralisis sementara
(4) Riwayat penyakit dahulu
Adanya penyakit influenza, ISPA, saluran pencernaan, gangguan endokrin, tindakan operasi, anastesi.
(5) RPK
¬-
(6) RPSS
Perasaan cemas, tampak takut dan bingung, kehilangan kemampuan untuk komunikasi.
(7) Activity Daily Life (ADL)
• Nutrisi
Kesulitan dalam mengunyah dan menelan karena gangguan syaraf kranial pada nerves ix.
• Aktivitas/istirahat
Adanya kelemahan dan paralisis simetris biasanya dimulai dari extremitas bagian bawah dan selanjutnya berkembang ke atas, hilangnya kontrol motorik halus tangan, cara berjalan tidak mantap.
• Eliminasi
Kelemahan pada otot-otot abdomen, hilangnya sensori anus/berkemih dan reflek spingter.

7) Pemeriksaan
(1) Pemeriksaan fisik
Terdapat kesulitan dalam bernafas, nafas pendek, pernafasan perut, menggunakan alat bantu nafas (ventilator), opnea pusat/stenosis batuk, nyeri tekan otot.
(2) Pemeriksaan diagnostik
• Pungsi lumbal berurutan, peningkatan protein nyata dalam 4 – 6 mg (s/d 1000 mg) karena infiltrasi yang luas.
• Elektromiografi : Fibritasi terjadi pada fase akhir.
• DL : adanya leukositosis pada fase awal.
• Foto Rontgen : dapat terlihat pada atelektasis/pneumonia.
• Fungsi paru : CV, VT dan kemampuan aspirasi.

8) Diagnosis Keperawatan yang mungkin muncul (Donges, 1999 : 359)
(1) Bersihan jalan nafas tak efektif berhubungan dengan sekret.
(2) Perubahan Nutrisi : kurang dari kebutuhan berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler reflek menelan.
(3) Nyeri akut berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler.
(4) Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler, kelemahan atau paralisis.

9) Rencana Tindakan Keperawatan
 Dx I Bersihann jalan nafas tak efektif berhubungan dengan sekret
Tujuan : tidak ada gangguan pada nafas/bersihan jalan nafas.
Kriteria hasil :
(1) Tidak ada distress pernafasan
(2) Bunyi nafas bersih
(3) GDA dalam batas normal
Intervensi :
 Pantau frekuensi kedalaman dan kesempitan pernafasan, catat peningkatan kerja nafas dan observasi warna kulit dan membran mukosa.
R/ Peningkatan distress pernafasan menandakannya kelelahan pada otot pernafasan/paralisis.
 Auskultasi bunyi nafas dan catat bila ada abnormal.
R/ Peningkatan resistensi jalan nafas akan mengganggu proses difusi gas dan akan menjadi pneumonia.
 Evaluasi reflek batuk secara periodik, lakukan penghisapan sekret, catat warna dan jumlah dari sekret (sputum).
R/ Untuk mencegah aspirasi infeksi pulmonal dan gangguan nafas, kehilangan kekuatan dan fungsi otot mungkin mengakibatkan ketidakmampuan untuk mempertahankan atau membersihkan jalan nafas.
 Pantau kapasitas vital, volume tidal dan kekuatan pernafasan sesuai kebutuhan.
R/ Mendeteksi perubahan dari pedisis otot dan penurunan upaya pernafasan.
 Kolaborasi dengan tim medis.
• Lakukan pemantauan GDA, foto rontgen
• Berikan terapi O2 sesuai indikasi
• Berikan obat/bantu dengan tindakan pembersihan pernafasan, seperti latihan pernafasan, perkusi dada, vibrasi dan diagnosa postural.
• Berikan perawatan trakeostomi jika ada.

 D x II Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler reflek menelan.
Tujuan : kebutuhan nutrisi terpenuhi
Kriteria hasil :
(1) Tidak ada tanda-tanda malnutrisi
(2) BB stabil
(3) Normalisasi nilai-nilai laboratorium albumin
Intervensi
 Kaji kemampuan untuk menelan
R/ Kelemahan otot untuk reflek yang hipoaktif dapat menjadi indikasi kebutuhan akan metode amakan alternatif. Seperti melalui selang sonde.
 Auskultasi bising usus, evaluasi adanya distensi abdomen
R/ Perubahan fungsi lambung sering terjadi sebagai akibat dari paralisis/imbilisasi.
 Catat masukan kalori setiap hari.
R/ Mengidentifikasi kekurangan makanan dan kebutuhannya.
 Catat makanan yang disukai/tidak disukai oleh klien termasuk dalam diet yang dikehendaki. Berikan makanan setengah padat/cair.
R/ Dapat melakukan usaha untuk makan.
 Berikan makanna perparental sesuai advis dokter
R/ Dapat diberikan jika klien tidak mampu untuk menelan (atau jika reflek menelan/mengalami gangguan kerusakan) untuk pemasukan makanan, kalori, elektrolit dan mineral.
 Berikan makanan dalam porsi kecil frekuensi sering
R/ Porsi kecil akan lebih efektif karena adanya ascites akan mempengaruhi kapasitas lambung, sehingga penyerapan lebih adekuat.

 Dx III Gangguan mobilisasi fisik berhubungan dengan kelumpuhan ekstremitas, kerusakan neuromuskuler
Tujuan : klien bebas dari komplikasi mobilisasi
Kriteria hasil :
(1) Meningkatkan kekuatan bagian tubuh yang stabil/kompensasi
(2) Dekubitus tak terjadi
Intervensi
 Kaji rasa nyeri kemerahan, bengak, ketegangan otot jari.
R/ Banyak sekali pasien dengan trauma neuromuskuler mengalami kelumpuhan.
 Anjurkan pasien untuk melakukan/menggunakan teknik relaksasi
R/ Mengurangi ketegangan otot/kelelahan dapat membantu mengurangi nyeri, spasme otot, spastistias/kejang.
 Gantilah posisi secara periodik
R/ Mengurangi tekanan pada salah satu area dan meningkatkan sirkulasi perifer.
 Bantu/lakukan latihan pada semua ekstremitas dan sendi, pakailah gerakan perlahan dan lembut.
R/ Meningkatkan sirkulasi, mempertahankan tonus otot dan mobilisasi sendi, meningkatkan mobilisasi sendi dan mencegah kontraktur dan atrofi otot.
 Inspeksi kulit setiap hari observasi adanya daerah yang tertekan dan lakukan perawatan kulit dengan benar.
R/ Gangguan sirkulasi, hilangnya sensasi atau kelumpuhan merupakan resiko tinggi terjadinya luka karena tekanan.



DAFTAR PUSTAKA

Marylin Dongoes, 2000, Nursing Care Plants. Philadelphia: MFA Davis Company.

Perkumpulan Dokter Ahli Syaraf, (1997), Ilmu Neurologi, UGM : Yogyakarta.

FK. Unair, (1994), Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Penyakit Syaraf : Surabaya.

Tidak ada komentar: