SIROSIS HEPATIS
1.Landasan Teori
1.1Pengertian
1.1.1Sirosis hepatis adalah penyakit yang ditandai oleh adanya peradangan difus dan menahun pada hati, diikuti dengan proliferasi jaringan ikat, degenerasi, dan regenerasi sel-sel hati, sehingga timbul kekacauan dalam susunan parenkim hati (Arif M, 2001 : 508).
1.1.2Sirosis hepatis adalah penyakit hati menahun yang difus ditandai dengan adanya pembentukan jaringan ikat disertai nodul.
1.2Etiologi
Secara morfologi, sirosis dibagi atas jenis mikronodulor (pertal), makronodular (pascarekrotik) dan jenis campuran, sedang dalam klinik dikenal 3 jenis, yaitu portal, pascanekrotik dan gilier, penyakit yang diduga dapat menjadi penyebab sirosis hepatis antara lain malnutrisi, alkoholisme, virus hepatitis, kegagalan jantung yang menyebabkan bendungan vena hepatika, penyakit Wilson, hemokromatosis, zat teksik.
1.3Patofisiologi
Infeksi hepatitis viral tipe B/C menimbulkan peradangan sel hati. Peradangan ini menyebabkan nekrosis meliputi daerah yang luas (hepatoselular), terjadi kolaps lobulus hati dan ini memacu timbulnya jaringan parut disertai terbentuknya septa fibrosa difus dan nodul sel hati septa bisa dibentuk dari sel retikulum penyangga yang kolaps dan berubah menjadi parut. Jaringan parut ini dapat menghubungkan daerah portol yang satu dengan lainnya atau porta dengan sentral (bridging rekrosis).
Beberapa sel tumbuh kembali dan membentuk nodul dengan berbagai ukuran dan ini menyebabkan distorsi percabangan pembuluh hepatik dan gangguan aliran darah porta dan menimbulkan hipertensi portal. Kemudian terjadi peradangan dan nekrosis pada sel duktules, sinusoid, retikulo endotel, terjadi fibrogenesis dan septa aktif.
Infaksi hepatitis Viral tipe B/C
Peradangan sel Hati
Netrosis
Kolaps Lobulus Hati
Jaringan Parut + Septa Fibrosa difus dan nodul
1.4Manifestasi Klinis
1.4.1Gejala gastrointestinal yang tidak khas seperti an oreksia, mual, muntah dan diare.
1.4.2Demam, BB turun, lekas lelah
1.4.3Asites, hidrotoraks dan adema
1.4.4Ikterus, kadang urin menjadi lebih tua warnanya atau kecoklatan
1.4.5Hepotomegali, bila telah lanjut hati dapat mengecil karena fibrosis. Bila secara klinis didapati adanya demam, ikterus dan asites, dimana demam bukan oleh sebab-sebab lain, dikotoklan sirosis, dalam keadaan aktif.
1.4.6Kelainan pembuluh darah seperti kolaterol-kolaterol di dinding abdomen dan torake, kaput medusa, wasir dan vasises esofagus.
1.4.7Kelainan endokrin yang merupakan tanda dari hiperestrogenisme
1)Impotensi, atrofi testis, ginekomastia, hilangnya rambut aksila dan pubis.
2)Amenore, hiperpigmentasi areda mamoe
3)Spider neri dan eritema
4)hiperpigmentasi
1.4.8Jari tabuh
1.5Pemeriksaan
1.5.1Pemeriksaan laboratorium
1)Darah : Hb rendah, anemia normokrom normositer, hipokrom, mikrositer/makrositer.
2)Kenaikan SGOT SGPT
3)Albumin menurun dan peningkatan kadar globulin tanda kurangnya daya tahan hati
4)Pemanjangan masa protrombin merupakan petunjuk penurunan fungsi hati.
5)Peningian kadar gula darah pada sinosis hati fase lanjut.
6)Penurunan enzim kolinesterase (CHE).
1.5.2Pemeriksaan Jasmani
1)Hati
Hati membesar pada awal sirosis, bila mengecil prognosis kurang baik. Besar hati normal selebar telapak tangan sendiri (7-10 cm). Pada sirosis, konsistensi hati biasanya kenyal/firm, pinggi hari biasanya tumpul dan ada sakit tekan pada perabaan hati.
2)Limpa
Pembesaran limpa diukur dengan 2 cara :
1)Schuffner. Hati membesar kemedial dan ke bawah menuju umbilicus ke SIAS kanan.
2)Hacket, bila limpa membesar ke arah bawah.
3)Perut dan ekstra abdomen
Perut diperhatikan vena kolateral dan asites
4)Manifestasi di luar perut
Perhatikan adanya spiner neri pada tubuh bagian atas, bahu, leher, dada, pinggang, laput medussae dan tubuh bagian bawah.
1.5.3Radiologi
Dengan barium swallow : adanya varises esofagus untuk konfirmasi hipertensi portal.
1.5.4Ultrasonografi
Yang dilihat pinggir hati, permukaan, pembesaran, homogenitas asites, splenomegali, gambaran vena hepatika, vena porta, pelebaran saluran empedu.
1.5.5Esofagoskopi : evaluasi adanya varises esofagus, perdarahaan esofagus.
1.6Penatalaksanaan
1.6.1Istirahat di tempat tidur sampai terdapat perbaikan ikterus, asites dan demam
1.6.2Diet rendah protein (diet hati III : protein 1 g/kg BB, 55 g protein, 2000 kalori)
Bila asites diet rendah garam II (600-800 mg)/III (1000-2000 mg). Bila proses tidak aktif diet tinggi kalori (2000-3000 kalori) dan tinggi protein (80-125 g/hr).
Bila ada tanda prekoma/koma hepatikum, jumlah protein dalam makanan dihentikan (diet hati I) kemudian diberikan sedikit sesuai toleransi dan kebutuhan.
1.6.3Infeksi dengan antibiotik, obat-obatan yang jelas tidak hepatotoksik.
1.6.4Perbaiki keadaan gizi, bila perlu berikan asam amino esensial berantai cabang dan glukosa.
1.6.5Raboransia, vitamin B kompleks, dilarang makan minum mengandung alkohol.
1.6.6Penatalaksanaan asites dan edema :
1)Istirahat dan diet rendah garam
2)Diuretik bila istirahat dan diet tidak teratasi (spironolakton 50-100 mg/hr)
3)Bila terjadi asites refrakter dilakukan terapi parasentesis disertai dengan infus albumin/desktron 70%.
1.7Kompilasi
1.7.1Kegagalan hati (hepatoseluler)
1.7.2Hipertensi portal
1)Kegagalan hati, timbul spidernevi, eritema palmoris, atrofi testis, ginekomastia, ikterus, ensefalopati.
2)Spleno megali, pemekaran pembuluh vena esofagus/cardia, coput, medusae, hemoroid, vena kolateral dinding perut.
1.7.3Asites
1.7.4Ensefalopati
1.7.5Peritonitis bakterial spontan
1.7.6Sindrom hepatorenal
1.7.7Transformasi ke arah kanker hati primer (hepatoma).
1.8Prognosis
Sebaiknya sirosis jangan dianggap penyakit yang tidak dapat disembuhkan, minimal penyakit ini dapat dipertahankan dalam stadium kompensasi. Di bawah ini petunjuk suatu prognosis tidak baik dari pasien sirosis.
1.8.1Ikterus yang menetap/bilirubin darah > 1,5 mg%.
1.8.2Asites refrakter/memerlukan diuretik dosis besar
1.8.3Kadar albumin rendah (<2,5 g%)
1.8.4Kesadaran menurun/ensefolopati hepatik spontan tanpa faktor pencetus luar.
1.8.5Hati pengecil
1.8.6Perdarahan akibat pecahnya varises esofagus
1.8.7Komplikasi neurologis bukan akibat kolaterolisasi ekstensif
1.8.8Kadar natrium darah rendah (< 120 mg/1), sistolik kurang 100 mmhg
1.8.9Kadar protrombin rendah
1.8.10CHE rendah, sediaan biopsi banyak mengandung nekrosis total dan sedikit peradangan.
2.Landasan Asuhan Keperawatan
2.1Pengkajian
2.1.1Biodata
Pria lebih banyak menderita sirosis, dari wanita (2-4,5 : 1)
2.1.2Keadaan umum
Mud, muntah, lemah, demam
2.1.3Riwayat penyakit sekarang
Tidak mau makan, mual munta, anoteksia
2.1.4Riwayat penyakit dahulu
Hepatitis, penyakit metabolik, penyakit saluran empedu
2.1.5Riwayat penyakit keluarga
Hepatitis
2.1.6ADL
1)Nutrisi : anoreksia, mual muntah, hematomesis
2)Eliminasi : BAB warna tanah liat, melena, urine gelap, pekat
3)Aktivitas : kelemahan, kelelahan
2.1.7Riwayat Psikososial
Takut terhadap kondisinya, salah persepsi terhadap penyakitnya.
2.1.8Pemeriksaan
1)Pemeriksaan umum
Kesadaran : composmentis sampai coma, keadaan umur lemah, TD menurun, Nadi meningkat, suhu meningkat, RR normal/meningkat, BB menurun.
2)Pemeriksaan fisik
Kepala, mata : Sklera kekuningan, mulut : pendarahan gusi, nafas berbau/fetor hepatitis.
Inspeksi : Spider naesi, warna kekuningan
Thorax : Respirasi frekuensi meningkat akibat penekanan diafragma oleh rongga perut karena asites. Bunyi jantung ekstra (c3, c4), ginekomastia.
Abdomen : Penurunan/tak adanya bising usus.
Hepatomegali, splenomegali, asites.
Nyeri tekan abdomen/nyeri kuadran kanan atas.
Ekstrimitas : Ederma, kulit pucat dunger menurun.
3)Pemeriksaan penunjang
Anemia, gangguan feal hati (penurunan kadar albumin serum, peninggian kadar globulin serum, peninggian kadar gilirubin drek dan indirek), penurunan enzim kolinesterase serta peninggian SGOT dan SGPT.
2.2Diagnosa Keperawatan yang mungkin timbul
2.2.1Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, mual, muntah, mudah kenyang (asites).
2.2.2Kelebihan volume cairan berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi (contoh penurunan protein plasma).
2.2.3Resiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan dengan akumulasi garam empedu pada kulit.
2.2.4Resiko tinggi terhadap tak efektif pada pernapasan berhubungan dengan asites, penurunan ekspansi paru.
2.3Intervensi
2.3.1Dx 1
Tujuan : Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh terpenuhi
Kriteria hasil : peningkatan BB
Nafsu makan meningkat
Vomiting tidak ada
Intervensi :
1)Ukur masukan diet harian dengan jumlah kalori
R/ informasi tentang kebutuhan pemasukan/defiensi
2)Timbang sesuai indikasi
R/ mungkin sulit untuk menggunakan berat badan sebagai indikator langsung status nutrisi karena ada gambaran edema/asites. Lipatan kulit trisep berguna dalam mengkaji perubahan massa otot dan simpanan lemak sub kuton.
3)Berikan makan sedikit dan sering
R/ buruknya toleransi terhadap makan banyak mungkin berhubugan dengan peningkatan tekanan intra abdomen/asites.
4)Berikan makanan halus, hindari makanan kasar sesuai indikasi
R/ Pendarahan dari varises esofagus dapat terjadi pada sirosis berat.
5)Berikan perawatan mulut sering dan sebelum makan
R/ Pasien cenderung mengalami luka dan /perdarahan gusi dan rasa tidak enak pada mulut dimana menambah anoreksia.
6)Tingkatkan periode tidur tanpa gangguan, khususnya sebelum makan
R/ Penyimpanan energi menurunkan kebutuhan metobolih pada hati dan meningkatkan regenerasi seluler.
7)Anjurkan menghentikan merokok
R/ menurunkan rangsangan gaster berlebihan dan resiko iritasi/ perdarahan.
2.3.2Px II
Tujuan : kelebihan volume cairan teratasi
Kriteria hasil : volume cairan stabil, keseimbangan pemasukan dan pengeluaran, BB stabil, TTV normal dan tak ada edema.
Intervensi
1)Ukur masukan dan pengeluaran
R/ Menunjukkan status volume sirkulasi, terjadinya/perbaikan perpindahan cairan dan respon terhadap terapi.
2)Timbang BB tiap hari
R/ Keseimbangan positif/peningkatan BB sering menunjukkan retensi cairan lanjut.
3)Awasi TD dan CVP
R/ Peningkatan TD biasanya berhubungan dengan kelebihan volume cairan tetapi mungkin tidak terjadi karena perpindahan cairan keluar area vaskuler. Distensi jugular eksternal dan vena abdominal sehubungan dengan kongeti vaskuler.
4)Kaji derajat perifer/edema dependan
R/ Perpindahan cairan pada jaringan sebagai akibat retensi natrium dan air. Penurunan albumin, dan penurunan ADH.
5)Ukur lingkar abdomen
R/ Menunjukkan akumulasi cairan (asites) diakibatkan oleh kehilangan protein plasma/cairan ke dalam area perilaneal.
6)Dorong untuk tirah baring bila ada asites.
R/ Meningkatkan posisi rekumben untuk diuresis
7)Berikan perawatan mulut sering, kadang beri es batu (bila puasa)
R/ Menurunkan rasa haus.
2.3.3Dx III
Tujuan : kerusakan integrasi kulit tidak terjadi
Kriteria hasil : menunjukkan perilaku untuk mencegah kerusakan kulit.
Intervensi
1)Liat permukaan kulit/titik tekanan secara rutin, Pijat penonjolan tulang atau area yang tertekan terus menerus. Gunakan losion minyak batasi penggunaan sabun untuk mandi.
R/ Edema jaringan lebih cenderung untuk mengalami kerusakan dan terbentuk dekulatus. Asites dapat meregangkan kulit sampai pada titik robekan pada sirosis berat.
2)Ubah posisi pada jadwal teratur, saat dikersi/tempat tidur, bantu dengan latihan rentang gerak aktif/pasif.
R/ Pengubahan posisi menurunkan tekanan pada jaringan edema untuk memperbaiki sirkulasi. Latihan meningkatkan sirkulasi dan perbaikan/mempertahankan mobilitas sendi.
3)Tinggikan ekstrimitas bawah.
R/ Meningkatkan aliran balik vena dan menurunkan edema pada ekstrimitas.
4)Pertahankan sprei kering dan bebas lipatan
R/ Kelembapan meningkatkan pruritus dan meningkatkan resiko kerusakan kulit.
5)Berikan perawatan perineal setelah berkemih dan defekasi
R/ Mencegah ekskoriasi kulit dari garam empedu.
6)Berikan losion kalamin, berikan mandi soda kue, berikan kolestiramin (Questran) bila diindikasikan.
R/ Mungkin menghentikan gatal sehubungan dengan ikterik, garam empedu pada kulit.
2.3.4Dx IV
Tujuan : Pola Pernafasan Efektif
Kriteria hasil : Bebas disprea dan siarosis, GDA dan kapasitas vital dalam rentang normal.
Intervensi
1)Awasi frekuensi, kedalaman dan upaya pernapasan.
R/ Pernapasan dangkal cepat/disprea mungkin ada sehubungan dengan hipotesa dan/akumulasi cairan dalam abdomen.
2)Auskultasi bunyi nafas, catat trekels, mengi, ronki.
R/ Menunjukkan terjadinya komplikasi (bunyi tambahan menunjukkan akumulasi cairan/sekresi, tak ada/menurunkan bunyi ateloktasis) meningkatkan resiko infeksi.
3)Selidiki perubahan tingkat keadaan.
R/ Perubahan mental dapat menunjukkan hipoksemia dan gagal pernapasan yang sering disertai koma hepatik.
4)Pertahankan kepala tempat tidur tinggi. Posisi miring.
R/ Memudahkan pernapasan dengan menurunkan tekanan pada diafragma dan meminimalkan ukuran aspirasi sekret.
5)Ubah posisi dengan sering, dorong napas dalam, latihan dan batuk.
R/ Membantu eksponsi paru dan memobilisasi sekret.
6)Awasi suhu, catat adanya menggigil. Meningkatnya balik, perubahan warna/karakter spuktum.
R/ Menunjukkan timbulnya infeksi, contoh pneumonia.
DAFTAR PUSTAKA
Dhoengoes, (2000). RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN. Edisi 3. EGC : Jakarta.
Marsyoer Arif. (2001). KAPITA SELEKTA KEDOKTERAN. Jilid I. FKUI : Jakarta.
Suyono Slamet. (2001). ILMU PENYAKIT DALAM. Jilid 1. FKUI. Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar