SELAMAT HARI KESEHATAN NASIONAL KE 50


Jumat, 19 Juni 2009

HIPEBILIRUBINEMIA

ASUHAN KEPERAWATAN PADA NEONATUS
DENGAN HIPEBILIRUBINEMIA

I.KONSEP MEDIS
1.PENGERTIAN
1.1Ikterus Neonatorum adalah meningginya kadar bilirubin di dalam jaringan ekstravaskular sehingga kulit, konjungtiva, mukosa dan alat tubuh lainnya berwarna kuning (Ngastiyah, 1997 :198).
1.2Ikterus Neonatorum adalah meningginya kadar bilirubin dalam darah yang kadar nilainya lebih dari normal (Suriadi, 2001 :143)
1.3Ikterus Neonatorum adalah peningkatan kontraksi bilirubin serum tak terkonjugasi ditunjukkan dengan ikterik (Susan Martin Tucker, 1998 : 893)
1.4Jadi ikterus Neonatorum adalah meningginya kadar bilirubin dalam darah yang kadar nilainya lebih dari normal ditandai dengan kulit konjungtiva mukosa dan alat tubuh lainnya berwarna kuning.
Hiperbilirubin neonatus memperhitungkan diutamakan pada bilirubin indirect
Normal bilirubin dalam darah :
Direct < 1,0 mg%
Indirect < 2 mg%
Patologis dalam darah :
Indirect : gayi aterm > 12 mg%
Prematur > 10 mg%
Peningkatan kadar 0,2 mg / jam atau 4 mg/hari




Untuk mendeteksi secara klinis dengan tingkatan hyperbilirubinemia, secara sederhana menggunakan metode kremer sebagai berikut :










Keterangan :
Derajat 1 : Kepala dan leher (4-8 mg%)
Derjaat 2 : Dada sampai pusat (5-12 mg%)
Derajat 3 : Pusat bagian bawah sampai lutut (6-12 mg%)
Derajat 4 : Lutut sampai pergelangan kaki dan bahu sampai pergelangan tangan (11-18 mg%)
Derajat 5 : Kaki dan tangan termasuk telapak tangan (> 15 mg%)

2.ETIOLOGI
2.1 Hemolisis atau produksi yang berlebihan
Hal ini melebihi kemampuan bayi untuk mengeluarkannya, misal pada hemolisis yang meningkat pada hemolisis pada inkompatibilitas darah Rh, ABO, golongan darah lain, defisiensi enzim G-G-Pd, Piruvat kinase, perdarahan tertutup dan sepsis.
2.2 Gangguan dalam proses “ Uptake “ dan konjugasi hepar.
Gangguan ini dapat disebabkan oleh imaturasi hepar, kurangnya substrat untuk konjugasi bilirubin, gangguan fungsi hepar, akibat asidasis, hipoksia, dan infeksi atau tadi terdapat enzim glukoranil transferase (sindrom Criggler – Najjar). Penyebab lain ialah defisiensi protein dalam hepar yang berperan penting dalam “uptake” bilirubin ke sel hepar.
2.3 Gangguan transportasi
Bilirubin dalam darah terikat pada albumin kemudian diangkut oleh hepar. Ikatan bilirubin dengan albumen ini dapat dipengaruhi oleh obat mosal : solisilat, sulf fulazole. Defisiensi indirek yang bebas dalam darah yang mudah melekat ke sel otak.
2.4 Gangguan dalam ekskreasi
Gangguan ini dapat terjadi obstuksi hepar atau diluar hepar. Kelainan diluar hepar biasanya disebabkan oleh kelainan bawaan. Obstruksi dalam hepar biasanya akiba infeksi atau kerusakan hepar oleh penyebab lain.
3.PEMBAGIAN IKTERUS NEONATORUM
3.1 Ikterus Fisiologis
3.1.1 Diduga akibat kenaikan produksi bilirubin pasca pemecahan sel darah merah janin dikombinasi dengan keterbatasan sementara konjugasi bilirubin oleh hati serta karena kurang protein y dan z enzim glukoronil transferase yang belumn cukup jumlahnya.
3.1.2 Ikterus dapat dilihat pada hari ke 2 atau ke 3 dan biasanya berpuncak antara hari ke 5 dan ke 6 dengan kadar 5-6 mg/dl dan menghilang pada hari ke 10 (pada bayi cukup bulan) dan menghilang pada hari ke 14 (pada BBLR).
3.1.3 Bayi tampak normal.
3.1.4 Kadar bilirubin serum pada byi cukup bulan tadi lebih dari 12 mg% dan pada BBLR 10 mg%.
3.1.5Tidak ada faktor resiko
3.1.6Sebab proses fisiologis
3.2 Ikterus Patalogis
3.2.1 Ikterus timbul dalam 24 jam pertama kehidupan, serum bilirubin total lebih dari 12 mg/dl.
3.2.2 Peningkatan kadar bilirubin 5 mg% atau lebih dalam 24 jam.
3.2.3 Ikterus yang disertai proses hemolisis (inkompabilitas darah, defisiensi mnenzim G-G-Pd dan sepsis).
3.2.4 Konsentrasi bilirubin serum melebihi 10 mg% pada bayi kurang bulan (BBLR) dan 12,5 mg% pada bayi cukup bulan.
3.2.5 Bilirubin direk lebih dari 1 mg/dl, atau lebih dari 5 mg/dl/hari.
3.2.6 Ikterus menetap sesudah bayi berumur 10 hari (bayi cukup bulan) dan lebih dari 14 hari pada bayi baru lahir BBLR (bayi berat lahir rendah)
3.2.7Cepat berkembang
3.2.8Bisa disertai anemia
3.2.9Ada faktor resiko
3.2.10Dasar proses patologi
4.METABOLISME BILIRUBIN
3.1 Produksi
Sebagian besar bilirubin terbentuk sebagai akibat pemecahan hemoglobin pada sistem retikulo endokel (RES).
3.2 Transportasi
Bilirubin indirek kemungkinan diikat oleh albumin sel parenkim hepar mempunyai cara selektif dan efektif mengambil bilirubin dari plasma. Bilirubin ditransfer melalui membran ke dalam hepatosit sedang albumin tidak.
3.3 Konjugasi
Dalam sel hepar bilirubin kemudian di konjugasi menjadi bilirubi diglukoronide. Sebagian kecil menjadi diglukoronide oleh glukoronide transferase.
3.4 Ekstresi
Sesudah konjugasi bilirubin direct yang larut dalam air diekskresi dengan cepat ke sistem empedu kemudian ke usus. Di usus bilirubin direct ini tidak diabsorbsi sebagian kecil bilirubin direct dihidrolisis menjadi bilirubin inderect dan direabsorbsi.,
Siklus ini disebut siklus enterohepatitis.
5.PATAFISIOLOGI
Ikterus pada BBl ( bayi baru lahir) disebabkan oleh stadia maturasi fungsional (fisiologik) atau manifestasi dari suatu penyakit (patalogik). 75% dari suatu bilirubin yang ada pada bayi baru lahir berasal dari penghancuran hemoglobin dan 25% dari mioglobin, sitokrom, katalase dan triptofan pirolase. 1 gr bilirubin yang cukup bulan akan menghancurkn eritrosit sebanyak 1 gr/hari dalam bentuk bilirubin indirek yang terikat dengan albumin bebas (1 gr albumin akan mengikat 16 mg bilirubin).
Bilirubin indirek larut dalam lemak dan bila bila saraf otak terbuka, bilirubin akan masuk ke dalam otak dan terjadilah kernikterus, yang memudahkan terjanya hsal tersebut ialah imaturitas, asfiksia/hipoksia, trauma lahir, BBLR (kurang dari 2500g), infeksi, hipoglikemia, hiperkarbia,dan lain-lain.
Di dalam hepar bilirubin akan diikat oleh enzim glukoronil transverase menjadi bilirubin direk yang larut dalam air, kemudian diekskresi ke sistem empedu, selanjutnya masuk ke dalam usus dan menjadi sterkobilin sebagian diserap kembali dan keluar melalui urin sebagai urobilinogen.
Pada BBl bilirubin direk dapat diubah menjadi bilirubin indirek di dalam usus karena disini terdapat beta-glukoronidase yang berpean penting terhadap perubahan tersebut. Bilirubin ini diserap kembali oleh usus selanjutnya masuk kembali ke hati (siklus intrahepatik).

6.KOMPLIKASI
6.1 Sistem Saraf Pusat (Ensefalopati/kem ikterus)
6.1.1 Derajat I
1) Lethargi
2) Tak mau menghisap
3)Hipotoni
6.1.2 Derajat II
1)Respon meningkat (irritable)
2)Tonus meningkat
3)Kejang
4)Hipertermi
5)Bayi bisa meninggal
6.1.3 Derajat III
Bila tertolong bayi tampak normal/asimtomatik
6.1.4 Derajat IV
1)Epitotanus
2)Jangka lama terjadi gejala berupa gangguan motorik, pendengaran (cerebral palsy).
6.2 Saluran cerna
Diarrhea akibat hiperosmolar dalam usus

7.GAMBARAN KLINIK
7.1 Pada permulaan tidak jelas
7.2 Mata tampak berputar-putar
7.3 Lethargi (lemas)
7.4 Kejang
7.5 Tak mau menghisap
7.6 Tonus otot meninggi
7.7 Leher kaku
7.8 Pada akhirnya epistotanus
7.9 Bila bayi hidup pada umur lebih lanjut dapat terjadi :
7.9.1 Spasme otot
7.9.2 Epistotanus
7.9.3 Kejang
7.9.4 Stenosis
7.9.5 Di sertai ketegangan otot
7.9.6 Dapat terjadi tuli
7.9.7 Retardasi mental

8.PENATALAKSANAAN TERAPEUTIK
Prinsi pengobatan
Menghilangkan penyebab
Pencegahan peningkatan kadar bilirubin
Pedoman pemilihan therapy
Serum 24 jam 24-48 jam 49-72jam >72jam
Bilirubin <2500 >2500 <2500 >2500 <2500 >2500 <2500 >2500
Mg / dl gram gram gram gram gram gram gram gram
<5
5-9 Fototerapi

10 –14 Exchange Fototerapi
Transfution
Bila hemolisis +
15-19 Fototerapi Fototerapi
> 20 Exchange transfution


8.1 Fenobarbital
Meningkatkan kerja enzim: 1-2 mg/kg/dose 2-3 x/hari (3hari), dapat mengekskresi bilirubin dalam hati dan memperbesar konjugasi. Meningkatkan sintesis hepatic glukoroni! tranferase yang mana dapat meningkatkan bilirubin konjugasi dan elearance hepatic pada pigmen dalam empedu, sintesis protein dimana dapat meningkatkan albumin untuk meningkat bilirubin. Fenobarrbital tidk begitu sering dianjurkan .
8.2 Anti biotic
Apabila terkait dengan infeksi.
8.3 Terapi sinar (foto terapi)
Merubah bilirubin tidak larut dalam air menjadi larut,
Foto terapi isominasi diharapkan ekskresi bertambah dilakukan apabila telah ditegakkan hiperbiliruin paologis dan berfumgsi untuk menurunkan bilirubin dalam kulit melalui tinja dan urine dengan oksidasi foto pada bilirubin dan biliverdin. Walaupun cahaya biru memberikan panjang gelombang yang tepat untuk foto aktivitas bilirubin bebas, chaya hijau dapt mempengaruhi foto reaksi bilirubin yang terikat albumin. Cahaya menyebabkan reaksi foto kimia dalam kulit (foto isomerisdasi) yang mengubah bilirubin tak terkonjugasi ke dalam foto bilirubin, yang mana diekskresikan dalam hati kemudian ke empedu. Kemudian produk akhir reaksi adalah reversible dan diekskresikan ke dalam empedu tanpa perlu konjugasi.
Terapi sinar diberikan jika kadar bilirubin direk dari 10 mn%. Terapi sinar sebenarnya berdasarkan dari pengalaman seorang perawat di Inggris dimana bayi yang ruangannya mendapat sinar matahari keadaan ikterus menghilang. Kemudian dikembangkan hingga didapatkan alat untuk terapi sinar atau sering disebut blue ligh


8.3.1 Cara kerja terapi sinar
Terapi sinar dapat menimbulkan dekompensasi dari senyawa tetrapirol yang sulit larut dalam air menjadi senyawa dipirol yang sulit larut dalam air, dan dikeluarkan melalui urin, tinja, sehingga kadar bilirubin menurun. Di samping itu pada terapi sinar ditemukan pula peninggian konsentrasi indirek dalam cairan empedu duodenum menyebabkan bertambahnya pengeluaran cairan cairan empedu dalam usus sehingga peristaltik usus meningkat dan bilirubin akan keluar bersama fases.
8.3.2 Alat-alat untuk terapi sinar :
8.3.2.1Terdiri atas susunan tujuh lampu neon 20 watt dipasang  45 cm di atas penderita mata ditutup kain tak tembus sinar, penderita telanjang
8.3.2.2Tiap 200 jam lampu diganti yang baru diberikan selama minimal 24 jam maksimal 2 x 24 jam
8.3.2.3Dimana tiap 6 jam posisi dibalik
8.3.2.4Dapat diulang setelah istirahat 12 jam
8.3.2.5Pemeriksaan bilirubin dilakukan sebelum selama dan sesudah foto terapi minimal 2 kali
8.3.3 Pelaksanaan pemberian terapi sinardan yang perlu diperhatikan :
Pemberian terapi sinar biasanya 100 jam
Lampu yang dipakai tidak melebihi 500 jam (maksimal 500 jam)
8.3.3.1 Baringkan bayi telanjang, hanya genitelia yang ditutup (pakaikan popok mini saja). Maksudnya agar sinar dapat merata keseluruh tubuh .
8.3.3.2 Kedua mata ditutup dengan penutup yang tidak tembus cahaya. Dapat dengan kain kasa yang dilipat-lipat dan dibalut. Sebelumnya katupkan dahulu kelopak matanya (untuk mencegh kerusakan retina).
8.3.3.3 Posisi bayi sebaiknya diubah-ubah, terlentang, tengkurap setiap 6 jam (bila mungkin) agar sinar merata.
8.3.3.4Pertahankan suhu tubuh bayi agar selalu 36,5-370C, dan selalu obsevasi suhu setiap 4-6 jam sekali.Jika terjadi kenaikan suhu matikan sementara lampunya dan bayi diberikan minum. Setelah 1 jam kontrol kembali suhunya. Jika tetap tinggi hubungi dokter.
8.3.3.5 Perhatikan asupan cairan agar tidak terjadi dehidrasi dan meningkatkan suhu tubuh bayi
8.3.3.6 Pada waktu memberikan minum bayi dikeluarkan, dipangku, penutup mata dibuka. Perhatikan apakah terjadi iritasi atau tidak.
8.3.3.7 Kadar bilirubin diperiksa tiap 8 jam setelah pemberian 24 jam
8.3.3.8 Bila kadar bilirubin telah turun menjadi 75 mg% atau kurang terapi dihentikan walau belum 100 jam.
8.3.3.9 Jika setelah pemberian terapi 100 jam kadar bilirubin tetap tinggi/kadar bilirubin serum terus naik, coba lihat kembali apakah lampu belum melebihi 500 jam digunakan. Selanjutnya hubungi dokter. Mungkin perlu transfusi tukar.
8.3.3.10 Pada kasus ikterus karena hemolisis, Kadar Hb diperiksa tiap hari
8.3.4Yang diperhatikan dalam pemberian terapi sinar :
8.3.5Pasang label, kapan terapi mulai dan kapan selesainya. Hitung 100 jam sampai tanggal berapa. Sebelum digunakan cek lampu apakah semua lampu menyala. Tempelkan pada alat terapi sinar
8.3.6Bayi Kurang Bulan
8.3.6.1Mulai terapi sinar bila kadar bilirubin indirect > 10 mg%
8.3.6.2Setelah 24 jam terapi sinar :
Bila kadar bilirubin indirect > 12 mg% terapi diteruskan sampai kadar bilirubin < 10 mg%
Bila kadar bilirubin indirect < 10 mg% terapi sinar dihentikan selama 12 jam dan mulai lagi terapi sinar
Terapi sinar dihentikan bila kadar bilirubin indirect tetap kurang dari 12 mg% bagi bayi prematur setelah umur 5 hari.
8.3.7Bayi Cukup Bulan
8.3.7.1Mulai terapi sinar bila kadar bilirubin indirect > 15 mg% bagi bayi yang berumur < 96 jam (4 hari) atau bila kadar bilirubin indirect lebih dari 18 mg% bagi bayi umur lebih dari 96 jam.
8.3.7.2Setelah 24 jam terapi sinar :
Bila kadar bilirubin indirect lebih dari 18 mg% teruskan terapi sampai kadarnya kurang dari 15 mg%
Bila kadar bilirubin indirect kurang dari 18 mg% hentikan terapi sinar sampai untuk 12 jam dan berikan lagi terapi bila kadar bilirubin indirect naik lebih dari 18 mg% pada bayi sampai umur 5 hari
Terapi sinar dihentikan bila kadar bilirubin tetap kurang dari 15 mg% bagi bayi setelah umur 5 hari
8.3.8Pada keadaan tersebut di bawah ini dilakukan seperti pada kategori dengan kadar bilirubin yang lebih tinggi setingkat :
8.3.8.1Asfiksia
8.3.8.2RDS
8.3.8.3Asidosis (pH kurang dari 7,25)
8.3.8.4Hipotermi (< 35oC)
8.3.8.5Protein kurang dari 5 g%
8.3.8.6Berat badan kurang dari 1500 gr
8.3.8.7Gejala klinik atau SSP yang jelek

8.3.9Monitor
8.3.9.1Berat badan
8.3.9.2Turgor kulit
8.3.9.3Tanggal dan lamanya terapi sinar
8.3.9.4Suhu tubuh
8.3.9.5Faeses atau urine

8.3.10Komplikasi terapi sinar :
8.3.10.1 Terjadi karena pengaruh sinar lampu dan mengakibatkan peningkatan inservisible water loss (penguapan ciran). Pada BBLR kehilangan cairan dapat meningkatkan 2-3 kali lebih besar.
8.3.10.2 Frekuensi defekasi meningkat sebagai akibat meningkatnya bilirubin indirek dalam cairan empedu dan meningkatnya peristltik usus.
8.3.10.3Timbul kelainan kulit sementara pada daerah yang terkena sinar (berupa kulit kemerahan) tetapi akan hilang jika terapi selesai.
8.3.10.4Gangguan retina jika mata tidak ditutup.
8.3.10.5Kenaikan suhu akibat sinar lampu. Jika hal ini terjadi sebagian lampu dimatikan, terapi diteruskan. Jika suhu terus naik lampu dimatikan sementara, bayi dikompres dingin dan diberikan aktra minum.
8.3.10.6Komplikasi pada gonad yang menurut dugaan dapat menimbulkan kelainan (kemandulan) tetapi belum ada bukti.


8.4 Tranfusi tukar (exchange transfution)
Bilirubin darah dibuang : transfusi tukar. Apabila sudah tidak dapat ditangani dengan foto sinar sehingga kadar bilirubin tetap tinggian pada umumnya dilakukan pada ikterus yang disebabkan oleh proses hemolisis pada ketidakselarasan Rhesus, ABO, defisiensi G-6-PD, infeksi toksosplasmosis dsb.
8.4.1Indikasi untuk tranfusi tukar ialah :
8.4.1.1Kadar bilirubin indirek lebih dari 20 mg%
8.4.1.2Kenaikkan kadar bilirubin indirekcepat, yaitu 0,3 mg%/jam
8.4.1.3Anemia berat pada neonatus dengan gejala gagal jantung.
8.4.1.4Bayi dengan keadaan hemoglobin tali pusat kurang 14 mg% dan uji oomb’s positif.
8.4.2 Tujuan transfusi tukar ialah mengganti eritrosit yang dapat menjadi hemolisis, membuang anti bodi yang menyebabkan hemolisis, menurunkan kadar bilirubin indirek dan memperbaiki anemia.
8.4.3Hal yang perlu diperhatikan saat melaksanakan trasfusi tukar, periksa dahulu :
8.4.3.1Kadar bilirubin indirek dan albumin dalam serum; diperlukan darah 3 ml.
8.4.3.2Darah tepi lengkap.
8.4.3.3Golongan darah, ABO, Rhesus dan golongan darah lainnya (1ml darah).
8.4.3.4Kadar g-6-PD dan enzim lainnya diperlukan 3 ml darah dalam sitrat atau heparin dan 2 ml darah biasa.
8.4.3.5Uji coomb’s (direk dan indirek) bersama titernya diperlukan darah 3 ml.
8.4.3.6Biakan darah bila perlu.

8.4.4Alat-alat yang dipersiapkan :
8.4.4.1Spulit 20 ml dengan 3 cabang atau 2 stopcock.
8.4.4.2Spulit 5 ml,10 ml 2 buah atau 20 ml.
8.4.4.3Glukonascalcinus 10% dan heparib ecer(2 ml heparin 1000 U dalam 250 ml NaCl fisiologik)
8.4.4.4Kateter polythylele kecil sepanjang 15-20 cm.
8.4.4.5Dua buah nierbeken, 1 botol kosong (bekas botol infus) untuk menampung darah yang dibuang.
8.4.4.6Alat-alat vena seksi.
8.4.4.7Dua set infus.
8.4.4.8Lampu duduk 200-250 watt, O2 , alat-alat resusitas jika ada.
8.4.4.9Kertas dan pulpen untuk mencatat pemberian darah (pertama berapa ml, kedua, ketiga dst).
8.4.4.10 Bangku duduk untuk dokter dan baju ruangan.
8.4.5Perawatan setelah transfusi darah
8.4.5.1Vena umblikus (vena lain yang dipakai untuk memasukkan kateter jika tidak dapat pada vena umblikus yaitu vena safena, cabang vena femoralis; hal ini dilakukan jika tali pusat telah lepas) dikompresdengan NaCl fisiologis, kemudian ditutup dengan kasa steril dan diplester.
8.4.5.2Bayi diberikan antibiotikun.
8.4.5.3Kadar Hb dan bilirubin serum diperiksa tiap 12 jam.
8.4.5.4Bila perlu transfusi tukar diulang sesuai kebutuhan.
Bayi diberi terapi sinar kembali.
8.4.6Yang perlu dipantau ialah :
8.4.6.1Tanda vital tiap jam
8.4.6.2Kompres pada bekas kateter dimasukkan bila kering dibasahi lagi.
8.4.6.3Perhatikan pada vena tersebut apakah terjadi merah dan pengerasan (tanda infeksi); bila ada beritau dokter karena biasanya kateter akan dicabut.
8.4.6.4Perhatikan pemberian minumnya
8.4.7Komplikasi transfusi tukar :
8.4.7.1 Vaskular : terjadi trombosi, emboli
8.4.7.2 Jantun : arirtmia, volume jantung berlebihan, henti jantung
8.4.7.3 Gangguan elekrolit : Hiperkalemia, hipernatremia, hipokalsemia, asidosisa alkosis, hipoglikemia, hipotermi dll
8.4.7.4 Infeksi : bakterimia, hepetitis B, virus sito-megali dsb.

II.KONSEP ASKEP
1.PENGKAJIAN
1.1Identitas
Terdapat pada BBl, 25-50% neonatus cukup bulan dan lebih tinggi lagi pada neonatus kurang bulan, terjadi icterus patologis kurang dari 36 jam fisiologis hari kedua.
1.2Riwayat penyakit
1.2.1Keluhan utama : warna kuning pada kulit, konjungtiva, mukosa, dan alat tubuh lainnya
1.2.2Riwayat penyakit sekarang
1.Ikterus timbul dalam 24 jam pertama mulali dari kepala dan leher, dada sampai pusat, pusat bagian bawah sampai lutut, lutut sampai pergelangan kaki, bahu sampai pergelangan tangan, kaki dan tangan termasuk telapak tangan.
2.Ikterus menetap sesudah bayi berumur 10 hari (cukup bulan) dan lebih dari 14 hari pada bayi baru lahir dengan berat lahir rendah.
3.Lethargi (lemas)
4.Tidak mau menghisap atau menetetk
5.Tonus otot meninggi, leher kaku dan akhirnya epistotonus
6.Pada keadaan lanjut dapat terjadi spasme otot, epistotonus, kejang, stetosis yang dapat disertai ketegangan otot.
7.Dapat tuli, gangguan bicara dan retradasi mental.

1.2.3Riwayat penyakit dahulu
1.2.3.1Ante natal
(1)bila ibu pernah menderita hepatitis (tergantung dari hepatitis)
(2)bila ibu pernah menggunakan obat yang dapat meningkatkan ikterus pada byi pada masa kehamilan dan kelahiran, misalnya : sulfaforazole, novobiosin,oksitosin dll.
1.2.3.2Post natal
(1)bayi yang baru lahir dapat menderita ikterus neonaterum
(2)riwayat imunisasi ;
penyakit ini terjadi terutama pada bayi yang belum mendapat imunisasi hepatitis B
1.2.4Riwayat penyakit keluarga
1.2.5Kebutuhan sehari-hari (ADL)
1.2.5.1Nutrisi
Tidak mau menghisap sebagai dampak dari tingginya kadar bilirubin dalam darah.
1.2.5.2Aktifitas
Pada permulaan tidak jelas, pada keadaan lanjut dapat terjadi latergi, hipotomi, kejang, tonus otot meninggi, leher kaku, epistotonus

1.2.5.3Eliminasi
Eliminasi alvi : Feses warna coklat gelap seperti dempul
Eliminasi uri : urin pekat dan berwarna gelap
1.2.5.4Istirahat Tidur
Terjadi pada fase lanjut karena adanya kejang berpengaruh terhadap kebutuhan istirahat tidur.
1.2.5.5Personal Hygiene
Bayi dependen pada orang tua.
1.3Pemeriksaan
1.3.1Keadaan umum :
Pada stadium lanjut seluruh tubuh berwarna kuning
Kesadaran : composmentis, somnolen, sopor, atau koma
TTV : Suhu meningkat efek dari foto terapi, nadi dan respirasi meningkat efek dari dehidrasi oleh sinar terapi
1.3.2Pemeriksaan Fisik
Kepala
Mata : Konjungtiva, sklera ikterus, pupil isokor, bila selama terapi sinar tidak ditutup akan menyebabkan gangguan retina.
Mulut : Bibir dan mukosa mulut ikterus
Hidung : Bila terjadi komplikasi kern ikterus terdapat pernafasan cuping hidung
Leher : warna kuning kaku kuduk
Dada : Warna kuning, kaku kuduk
Abdomen : Warna kuning, peningkatan peristaltik usus, bila dehidrasi dampak terapi sinar maka turgor kulit akan menurun
Genetalia dan anus : Adanya peningkatan defekasi menyebabkan iritasi pada daerah perianal
Ekstermitas : Lethargi, hipotoni, tonus otot meninggi, warna kuning pada telapak tangan dan kaki.
1.4Pemeriksaan penunjang
1.Serum bilirubin total lebih dari 12 mg%
2.Peningkatan kadar bilirubin serum 5 mg% atau lebih dalam 24 jam.
3.Konsetrasi bilirubin serum lebih dari 10 mg% pada bayi kurang bulan (BBLR) dan 12,5 mmg% pada bayi cukup bulan.
4.Bilirubin direk lebih dari 1 mg% / dl atau kenaikan bilirubin serum 1 mg/dl/jam atau 5 mg/dl/hari.
5.Pemeriksaan darah, Hb, leuco
6.Pemeriksaan urine dan feses

2.DIAGNOSA KEPERAWATAN
2.1 resiko injury (internal) behubungan dengan peningkatan serum bilirubin sekunder dari penmecahan sel darah merah dan gangguan ekskresi bilirubin
2.2 Resiko kurangnya volume cairan berhubungan dengan hilangnya air (insensible water loss) tanpa disadari sekunder dari foto terapi
2.3 Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan foto terapi
2.4 Kecemasan orang tua berhubungan dengan kondisi anak
2.5 Kurangnya pengetahuan behubungan dengan kurangnya pengalaman orang tua
1.6Resiko injury pada mata berhubungan dengan foto terapi
1.7Diare berhubungan dengan foto terapi
1.8Hipotermi / hipertermi berhubungan dengan foto terapi
1.9Intoleran aktifitas berhubungan dengan kekakuan otot





3.INTERVENSI
3.1 Prioritas diagnosa keperawatan berdasarkan kegawatan masalah
3.2 Tujuan, kriteria hasil, rencana tindakan dan rasional rencana tindakan
3.2.1 Diagnosa keperawatan I
Resiko injury (internal) berhubungan dengan peningkatan serum bilirubin sekunder pemedahan sel darah merah dan gangguan ekskresi bilirubin
3.2.1.1 Tujuan
Bayi terbebas dari injury
3.2.1.2 Kriteria hasil
(1)Serum bilirubin indirek menurun (aterm,12mg%,premature<10mg%)
(2)Tidak ada jaundice
(3)Refleks moro normal
(4) Tidak terdapat sepsis
(5)Refleks hisap dan menelan baik
3.2.1.3 Rencana tindakkan
(1)Kaji hiperbilirubin tiap 1-4 jam dan catat
Rasional :
Memonitor kelebuhan dan peningkatan bilirubin serta efektivitas terapi yang diberikan.
(2)Berikan foto terapi sesuai program
Rasional :
Terapi sinar dapat menimbulkan dekomposisi bilirubin dari suatu senyawa tetrairol yang sulit larut dalam air menjadi senyawa dipirol yang mudah larut dalam air, dan dikeluarkan melalui urine, tinja sehingga kadar bilirubin menurun. Terapi sinar juga meningkatkan konsentrasi bilirubin indirek dalam cairan empedu duodenum dan menyebabkan bertambahnya cairan empedu kedalam usus sehingga peristaltik meningkat dan bilirubin keluar bersama feses.

(3)Monitor kadar bilirubin 4-8 jam sesuai program
Rasional :
Mengetahui sejak dini apabila terjadi peningkatan bilirubin sehingga dapat memudahkan dalam menentukan intervensi selanjutnya.
(4)Antisipasi kebutuhan transfusi tukar
Rasional :
Transfusi tukar dilakukan pada keadaan hiperbilirubinnemia yang tidak dapat diatasi dengan tindakan lain misalnya telah diberikan terapi sinar tetapi kadar bilirubin tetap tinggi
(5)Monitor Hb daan Het
Rasional :
75 % dari bilirubin pada BBl berasal dari penghancuran haemglobin
3.2.2 Diagnosa Keperawatan II
Resiko kurangnya volume cairan berhubungan dengan hilangnya air (insensible water loss) tanpa disadari sekunder dari foto terapi
3.2.2.1 Tujuan
Bayi tidak menunjukkan tanda-tanda dehidrasi
3.2.2.2 Kriteria hasil
(1)Pengeluaran urine kurang dari 1-3 ml/kg/jam
(2)Membran mukosa normal
(3)Ubun-ubun tidak cekung
(4)Temperatu dalam batas normal
3.2.2.3 Rencana tindakan
(1)Pertahankan intake cairan
Rasional :
Pada foto terapi dapat dehidrasi pengaruh sinar lampu dan mengakibatkan peningkatan IWL. Pada BBLR kehilangan cairan dapat meningkat 2-3 kali lebih besar

(2)Berikan minum sesuai program
Rasional :
Pemberian minum yang adekuat dapat mengurangi dehidrasi
(3)Monitor intake dan out put Cairan
Rasional :
Intake dan out put Cairan yang seimbang akan memperbaiki kondisi dehidrasi
(4)Berikan terapi input sesuai yang seimbang akan memperbaiki kondisi dehidrasi meningkatnya konsepsi urine dan cairan hilang berlebihan.
Rasional :
Pemberian terapi infus akan membantu mengembalikan kondisi kekurangan cairan
(5)Kaji dehidrasi, membran mukosa, ubun-ubun, turgor kulit mata
Rasional :
Membran mukosa yang kering, ubun-ubun yang cekung dan mata yang cowong bisa menjadi gambaran klinik tingkat dehidrasi
(6)Monitor temperatur tiap jam
Rasional :
Sinar lampu dapat meningkatkan suhu badan bayi
3.2.3 Diagnosa Keperawatan III
Resiko gangguan intergritas kulit berhubungan foto terapi
3.2.3.1 Tujuan
Bayi tidak menunjukkan adanya iritasi pada kulit
3.2.3.2 Kriteria hasil
(1)Tidak terdapat rash
(2)Tidak ada ruam makular eritemataso



3.2.3.3 Rencana tindakan
(1)Infeksi kulit 4 jam
Rasional Pada foto terapi bisa timbul kelainan kulit sementara pada daerah yang terkena sinar (berupa kulit kemerahan tetapi akan hilang jika terapi selesai)
(2)Gunakan sabun mandi bayi
Rasional :
Sabun mandi bayi bisa membersihkan kulit bayi selesai BAB dan BAK
(3)Mengubah posisi bayi dengan sering
Posisi yang sering berubah akan meminimalkan area kulit tertentu terkena sinar
(4)Gunakan pelindung daerah genital
Rasional :
Daerah yang terkena sinar akan timbul kemerahan
(5)Gunakan pengalas yang lembut
Rasional :
Pengalas yang lembut akan mengurangi kemungkinan terjadinya iritasi
3.2.4 Diagnosa Keperawatan IV
Kecemasan orang tua berhubungan dengan kondisi bayi
3.2.4.1 Tujuan
Mengurangi kecemasan orang tua
3.2.4.2 Kriteria hasil
(1)Orang tua mengekspresikan perasaan dan perhatian pada bayi
(2)Orang tua aktif berpartisipasi dalam perawatan bayi
3.2.4.3 Rencana tindakan
(1)Pertahankan kontak orang tua dengan bayi
Rasional :
Adanya kontak orang tua dengan bayi akan meningkatkan kreatifan orang tua dalam perawatan
(2)Jelaskan kondisi bayi
Rasional :
Pengetahuan yang adekuat mengurangi kecemasan dan meningkatkan sikap kooperatif keluarga terhadap tindakan yang akan dilakukan
(3)Ajarkan orang tua untuk mengekspesikan perasaan, dengarkan rasa takut dan perhatian orang tua
Rasional :
Dengan mengekspresikan perasaan akan mengurangi kecemasan orang tua
3.2.5 Diagnosa Keperawatan V
Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan kurangnya pengalaman orang tua
3.2.5.1 Tujuan
Orang tua memahami kondisi bayi dan alasan pengobatan
3.2.5.2 Kriteria hasil
Orang tua aktif berpartisipasi dalam perawatan bayi misal memberikan minum, mengganti popok dll
3.2.5.3 Rencana tindakan
(1)Ajak orang tua untuk diskusi dengan menjelaskan tentang fisioloigis, alasan perawatan dan pengobatan
Rasional :
Memberikan pengetahuan dasar, mengurangi kecemasan dan meningkatkan kooperatif keluarga terhadap tindakan yang akan dilakukan
(2)Libatkan dan ajarkan orang tua dalam perawatan bayi
Rasional :
Keterlibatan orang tua dalam perawatan bayi akan meningkatkan kontak orang tua dan bayi
(3)Jelaskan komplikasi mengenal tanda dan gejala letargi, kekakuan otot, menangis terus, kejang dan tidak ingin makan atau minum, meningkatnya temperatur dan tangisan yang keras
Rasional :
Pengetahuan adekuat orang tua akan mengurangi kecemasan dan mempersiapkan psikologis orang tua tentang kemungkinan yang akan terjadi

3.2.6 Diagnosa Keperawatan VI
Resiko injury pada mata berhubungan dengan foto terapi
3.2.6.1 Tujuan
Bayi tidak mengalami injury pada mata
3.2.6.2 Kriteria hasil
Tidak ada konjugasi
3.2.6.3 Rencana tindakan
(1)Gunakan pelindung pada mata saat foto terapi
Rasional :
Pelindung mata dapat mencegah masuknya sinar secara langsung ke mata
(2)Pastikan mata tertutup, hindari penekanan pada mata yang brlebihan karena dapat menimbulkan jejas pada mata yang tertutup atau kornea dapat tergores jika bayi dapat membuka matanya saat dibalut
Rasional :
Mata tertutup akan melindungi mata dari kemungkinan injury

4.IMPLEMENTASI
4.1 Melaksanakan intervensi berdasarkan kegawatan masalah
4.2 Mencegah komplikasi dan injuri
4.3 Memberikan informasi pada keluarga tentang fisiologis, alasan perawatan dan pengobatan

5.EVALUASI
5.1 Mengukur pencapaian tujuan
5.2 Membandingkan data yang terklumpul dengan kriteria hasil pencapaian tujuan yang telah ditetapkan.
DAFTAR PUSTAKA


Doengoes, Marilyn and Moorhouse,2001. RENCANA PEWRAWATAN MATERNAL / BAYI (PEDOMAN UNTUK PERENCANAAN & DOKUMENTASI PERAWATAN KLIEN) Edisi 2. EGC : Jakarta

Nelson, 1999. ILMU KESEHATAN ANAK, Edisi 15 V01.1, EGC : Jakarta

Ngastiyah, 1997. PERAWATAN ANAK SAKIT. EGC : Jakarta

Suriadi dan Rita Yuliani. 2001. ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK. Edisi I. PT. Fajar Inter Pratama : Jakarta

Tucker, Susan Martin. 1998. STANDAR PERAWATAN DIAGNOSA . Edisi 5. EGC : Jakarta

Tidak ada komentar: