ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN
PENYAKIT HIRSCHPRUNG
LANDASAN TEORI
1.1PENGERTIAN
1)Penyakit hirschprung disebut juga congenital aganglionosis atau megakolon (aganglionik megakolon) yaitu tidak adanya sel ganglion dalam rectum dan sebagian tidak ada dalam kolon. (Suriadi SKp, 2001)
2)Penyakit hirschprung adalah suatu kelainan tidak adanya sel ganglion parasimpatik pada usus, dapat dari kolon sampai pada usus halus.
( Ngastiyah,1997;139)
3)Penyakit hirschprung atau megakolon congenital adalah tidak adanya sel-sel ganglion dalam rectum atau bagian rektosigmoid kolon. (Cecily L. Betz, 2002; 196)
4)Suatu kelainan kongenital, dimana tidak terdapatnya sel ganglion parasimpatik dari pleksus auerbach di kolon.
5)Suatu kelainan bawaan berupa aganglionosis usus, mulai dari spingter ani interna kearah proksimal dengan panjang yang bervariasi, tetapi selalu termasuk anus dan setidak-tidaknya sebagian rectum.
Jadi penyakit hirschprung adalah suatu kelainan bawaan di mana tidak terdapatnya sel ganglion parasimpatik, mulai dari spingter ani interna kearah proksimal dengan panjang yang bervariasi, dapat dari kolon sampai pada usus halus.
1.2ETIOLOGI
1)Adanya kegagalan sel-sel neural pada masa embrio dalam dinding usus, gagal eksistensi kraniokaudal pada myenterik dan submukosa dinding pleksus
2)Sering terjadi pada anak dengan down syndrom
3)Megakolon pada hirschprung primer disebabkan oleh gangguan peristaltik dibagian usus distal dengan defidiensi ganglion
4)Tidak diketahui secara pasti kemungkinan factor genetic dan factor lingkungan
5)Mungkin terdapat suatu kegagalan migrasi sel-sel dari puncak neural embrionik ke dinding usus atau kegagalan dari pleksus-pleksus mienterikus dan submukosa untuk bergerak ke kraniokaudal dalam dinding usus tersebut.
1.3TIPE
Berdasarkan panjang segmen yang terkena, penyakit hirschprung dapat dibedakan 2 tipe, yaitu:
1)Penyakit hirschprung segman pendek
Segmen aganglionosis mulai dari anus sampai sigmoid, ini merupakan 70 % dari kasus penyakit hirschprung dan lebih sering ditemukan pada anak laki-laki daripada anak perempuan.
2)Penyakit hirschprung segmen panjang
Kelainan dapat melebihi sigmoid, bahkan dapat mengenai seluruh kolon atau usus halus. Ditemukan sama banyak pada anak laki-laki maupun perempuan.
1.4PATOFISIOLOGI
1)Persarafan parasimpatis kolon didukung oleh ganglion. Persarafan parasimpatik yang tidak sempurna pada bagian usus yang aganglionik menyebabkan peristaltic abnormal, sehingga terjadi konstipasi dan obstruksi
2)Tidak adanya ganglion disebabkan kegagalan dalam migrasi sel ganglion selama perkembangan embriologi. Karena sel ganglion tersebut bermigrasi pada bagian kaudal sampai saluran gastrointestinal (rectum), kondisi ini akan memperluas hingga proksimal dari anus
3)Semua ganglion pada intramural pleksus dalam usus berguna untuk kontrol kontraksi dan relaksasi peristaltic secara normal
4)Penyempitan pada lumen usus, tinja dan gas akan berkumpul dibagian proksimal dan terjadi obstruksi dan menyebabkan dibagian kolon tersebut melebar (megakolon).
1.5GAMBARAN KLINIS
Penyakit ini sebagian besar ditemukan pada bayi cukup bulan dan merupakan kelainan bawaan tunggal. Jarang sekali ini terjadi pada bayi prematur atau bersamaan dengan kelainan bawaan yang lain. Penyakit ini merupakan penyebab tersering pasase usus pada bayi. Obstipasi merupakan tanda utama dan pada bayi baru lahir dan dapat merupakan gejala obstruksi akut. Trias yang sering ditemukan ialah mekonium yang lambat keluar (lebih dari 24 jam setelah lahir), perut kembung dan muntah berwarna hijau, pada anak yang besar kadang terdapat diare atau enterokolitis kronik lebih menonjol daripada tanda obstipasi. (Ngastiyah; 1997; 138)
Masa neonatal
a.Gagal mengeluarkan mekonium dalam 48 jam setelah lahir
b.Muntah berisi empedu
c.Enggan minum
d.Distensi abdomen
Masa bayi dan kanak-kanak
a.Konstipasi atau diare berulang
b.Tinja seperti pita, bau busuk
c.Distensi abdomen
d.Gagal tumbuh
1.6KOMPLIKASI
1)Gawat pernafasan akut
2)Enterokolitis akut
3)Triktura ani pasca bedah
4)Inkontinensia jangka panjang
5)Obstruksi usus
6)Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit
7)Konstipasi
1.7PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1)Foto polos abdomen tegak, terlihat usus-usus melebar atau terdapat gambaran obstruksi usus rendah.
2)Enema barium, ditemukan:
aDaerah transisi
bGambaran kontraksi usus yang tidak teratur pada bagian yang menyempit
cEnterokolitis pada segmen yang melebar
dTerdapat retensi barium setelah 24 - 48 jam
3)Biopsi isap, yakni mengambil mukosa dan submukosa dengan alat penghisap dan mencari sel ganglion pada daerah submukosa
4)Biopsi otot rectum, yakni pengambilan lapisan otot rectum, dilakukan dibawah narkose. Pemeriksaan ini bersifat traumatic
5)Pemeriksaan aktivitas enzim asetilkolin esterase dari hasil biopsi isap. Pada penyakit ini khas terdapat peningkatan aktivitas enzim asetilkolin esterase
6)Pemeriksaan aktivitas norepineprin dari jaringan biopsi usus
7)Manometri rectal untuk mencatat respon refluks spingter interna dan eksterna
1.8PENATALAKSANAAN
1)Medik
Hanya dengan dengan operasi. Bila belum dapat dilakukan operasi, biasanya (merupakan tindakan sementara) dipasang pipa rectum, dengan atau tanpa dilakukan pembilasan dengan air garam fisiologis secara teratur.
aBayi dengan obstruksi akut
Pemeriksaan rectal atau memasukkan pipa rectal sering dapat memperbaiki keadaan sementara waktu
Mengosongkan rectum tiap hari dengan cairan NaCl 0,9 %
bPengobatan enterokolitis
2)Bedah
a.Kolostomi sementara pada bagian transisi segera setelah dipastikan diagnosis, dikonfirmasikan dengan pemeriksaan histology sehingga
akan mengurangi adanya enterolitis
b.Anastomosis definitive bagian yang mempunyai ganglion dengan saluran anus, dilakukan pada umur 9 sampai 12 bulan atau 6 bulan setelah kolostomi pada anak yang lebih besar
Prosudur Swenson
Prosedur Duhamel
Prosedur Soave
Prosedur Rehbein
LANDASAN ASUHAN KEPERAWATAN
2.1PENGKAJIAN
2.1.1Identitas klien
Terjadi terutama pada neonatus dan kanak-kanak. Lebih sering terjadi pada laki-laki daripada perempuan.
2.1.2Keluhan utama
Mekonium lambat keluar
2.1.3Riwayat penyakit sekarang
Mekonium lambat keluar lebih dari 24 jam setelah lahir, perut kembung, muntah berwarna hijau, dan nyeri abdomen. Pada kanak-kanak kadang terdapat diare atau enterokolitis kronik disertai kehilangan cairan, elektrolit, dan protein yang masif, secara cepat dan progresif menjadi sepsis dan syok
2.1.4Riwayat penyakit dahulu
Riwayat penyakit diketahui adanya peningkatan kesulitan dalam defekasi yang dimulai pada beberapa minggu pertama kehidupan, konstipasi sejak lahir dan ditemukannya rektum yang kosong
2.1.5Riwayat penyakit keluarga
_
2.1.6Kebutuhan nutrisi
Pola nutrisi didapatkan penurunan nafsu makan, minum, dan muntah berwarna hijau, atau ada pembatasan klien pre op.
2.1.7Kebutuhan eliminasi
Obstipasi, konstipasi, kadang-kadang diare, tinja seperti pita dan berbau busuk.
2.1.8Pemeriksaan
(1)Pemeriksaan umum
Kesadaran compos mentis, keadaan umum lemah dan gelisah, suhu tubuh meningkat bila terdapat enterokolitis, nadi cepat dan lemah, respirasi takipnea , BB menurun.
(2)Pemeriksaan fisik
Pernafasan takipnea; penurunan bunyi nafas; rales; takikardia
Distensi abdomen, menonjol, hipertimpani, nyeri abdomen, masa pelvis teraba, penurunan peristaltik
Kadang terjadi perdarahan di rectal tanpa rasa nyeri, tidak ditemukan dilatasi dan tidak berisi tinja
Anggota gerak / ekstremitas akan kurus bila kasus berat
2.2DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan yang mungkin timbul pada klien dengan penyakit hirschprung adalah:
2.2.1 Diagnosa keperawatan pre operasi
(1)Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan adanya pembatasan diet sekunder terhadap pembedahan untuk pembuatan kolostomi; muntah
(2)Perubahan eliminasi usus: konstipasi atau diare berhubungan dengan perubahan evakuasi usus maupun kolostomi
(3)Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang perawatan kolostomi di rumah dan kebutuhan evaluasi
(4)Nyeri berhubungan dengan distensi abdomen
2.2.2 Diagnosa keperawatan post operasi
(1)Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan pembatasan diet yang ditentukan dan atau kekurangan makan kronis
(2)Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan drainase gastric, status puasa dan atau sering defekasi, muntah, diare
(3)Perubahan eliminasi usus: diare yang berhubungan dengan kurangnya kontrol spingter dan atau squele pembedahan yang diperkirakan
(4)Resiko ketidakefektifan pola atau bersihan jalan nafas berhubungan dengan anastesi, imobilisasi pasca operasi dan atau nyeri
(5)Nyeri berhubungan dengan tindakan pembedahan
(6)Perubahan integritas kulit berhubungan dengan tindakan pembedahan dan perkiraan seringnya defekasi pada pasca operasi
(7)Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi tentang perawatan di rumah dan kebutuhan evaluasi
2.3INTERVENSI
2.3.1Diagnosa pre operasi
(1)Dx I dan II
Tujuan: Kebutuhan nutrisi terpenuhi
Kriteria evaluasi: Pasien mampu menerima diet yang diberikan sesuai usia sebelum pulang.
Intervensi
(1)Pertahankan status puasa sesuai advise
R/ Persiapan pasien sebelum tindakan pembedahan guna meminimalkan efek narkose
(2)Pertahankan NGT tersambung pada drainase gravitasi atau penghisap rendah dan intermitten
R/ Meningkatkan dekompresi usus untuk menurunkan distensi dan menurunkan mual atau muntah
(3)Irigasi NGT tiap 2 jam untuk menjamin kepatenan
R/ Mempertahankan kebersihan NGT
(4)Catat warna, jumlah dan karakteristik cairan NGT
R/ Haluaran cairan berlebihan dapat menyebabkan ketidakseimbangan cairan dan elektrolit
(5)Beri cairan parenteral sesuai advise
R/ Memperbaiki keseimbangan cairan dan elektrolit
(6)Beri cairan per NGT sesuai kondisi dan advise
R/ Mengembalikan fungsi usus normal dan meningkatkan masukan nutrisi adekuat
(7)Kaji abdomen: distensi (ukur lingkar perut dan tanda vital), pulihnya bising usus, pasase flatus dan feses maupun kolostomi
R/ Menentukan kembalinya peristaltik
(8)Timbang BB tiap hari
R/ Mengidentifikasi status cairan serta memastikan kebutuhan metabolik
(2)Dx III
Tujuan : Orang tua memahami kondisi dan dapat membantu dalam perawatan
Kriteria evaluasi: Orang tua dapat mengekspresikan perasaan secara verbal tentang irigasi yang dilakukan dan kolostomi
Intervensi
(1)Kaji tingkat pengetahuan tentang kondisi yang dialami, perawatan di rumah dan pengobatan
R/ Faktor ini mempengaruhi keluarga untuk melakukan tanggungjawab perawatan kolostomi
(2)Ajarkan pada orang tua untuk mengekspresikan perasaan, kecemasan, dan perhatian tentang irigasi rectal dan perawatan kolostomi
R/ Meningkatkan kemandirian, meningkatkan kemampuan perawatan diri
(3)Jelaskan perbaikan pembedahan dan proses kesembuhan
R/ Memberikan kesempatan untuk mengobservasi pemulihan luka
(4)Ajarkan pada anak dengan membuat gambar-gambar sebagai ilustrasi
R/ Memberikan referensi paska pulang untuk mendukung pasien berupaya untuk mandiri dalam perawatan diri
(5)Ajarkan perawatan kolostomi segera setelah pembedahan dan lakukan supervisi saat orang tua melakukan perawatan kolostomi
R/ Meningkatkan penatalaksanaan positif dan menurunkan resiko ketidaktepatan perawatan kolostomi atau perkembangan komplikasi
2.3.2Diagnosa post operasi
(1)Perubahan nutrisi: Kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan pembatasan diet yang ditentukan dan atau kekurangan makan kronis
Tujuan: Nutrisi adekuat
Kriteria evaluasi: Pasien mentoleransi diet yang sesuai dengan usia sebelum pulang
Intervensi
(1)Puasakan anak hingga bising usus positif dan ada buang gas (flatus)
R/ Menentukan kembalinya perustaltik
(2)Pertahankan NGT
R/ Meningkatkan dekompresi usus untuk menurunkan distensi dan mual muntah
(3)Pemberian cairan intravena sesuai program sampai anak toleran dengan intake secara oral
R/ Memperbaiki keseimbangan cairan dan elektrolit
(4)Timbang BB
R/ Mengidentifikasi status cairan dan memastikan kebutuhan metabolik
(2)Nyeri berhubungan dengan tindakan pembedahan
Tujuan : Anak tidak menunjukkan rasa nyeri
Kriteria evaluasi: dapat melakukan aktivitas, beristirahat, kooperatif dengan yang merawat
Intervensi
(1)Kaji nyeri dengan skala 1 - 10
R/ Membantu mengidentifikasi intervensi yang tepat dan mengevaluasi keefektifan analgesik
(2)Berikan rasa nyaman: reposisi, “Back Rub” (pijat punggung), mendengarkan musik, sentuhan dan lain-lain.
R/ Menurunkan ketegangan otot, meningkatkan relaksasi, meningkatkan rasa kontrol dan kemampuan koping
(3)Pemberian obat untuk mengatasi nyeri sesuai program
R/ Mengontrol atau mengurangi nyeri untuk meningkatkan kerjasama dengan aturan terapiutik
(4)Berikan ketenangan pada anak
R/ Memberikan dukungan (fisik, emosional)
(5)Kaji pola tidur dan hindari hal-hal yang tidak dibutuhkan oleh anak
R/ Mengetahui dan mempertahankan tingkat kenyamanan
(3)Perubahan integritas kulit berhubungan dengan tindakan pembedahan dan perkiraan seringnya defekasi pada pasca operasi
Tujuan: mempertahankan keutuhan kulit
Kriteria evaluasi: Insisi bekas pembedahan tidak ada pus, tidak ada kemerahan.
Intervensi
(1)Kaji warna stoma perdarahan, dan kaji kerusakan sekeliling area insisi pembedahan
R/ Memantau proses penyembuhan atau keefektifan alat dan mengidentifikasi masalah pada area, kebutuhan untuk evaluasi atau intervensi lanjut
(2)Berikan perawatan kulit dengan meticulous
R/ Melindungi kulit dari perekat kantong dan memudahkan pengangkatan kantong bila perlu
(3)Gunakan kantong stoma yang hipoalergi
R/ Mencegah iritasi jaringan atau kulit karena alergi
2.4IMPLEMENTASI
Pada tahap pelaksanaan merupakan kelanjutan dari rencana keperawatan yang telah ditetapkan dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan klien secara optimal, pelaksanaan tindakan keperawatan pada prinsipnya adalah :
1)Mempertahankan kebutuhan nutrisi tetap tercukupi
2)Mengatasi masalah diare/konstipasi
3)Mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit dalam tubuh
4)Memenuhi kebutuhan rasa nyaman
5)Mempertahankan keefektifan pola nafas dan bersihan jalan nafas
6)Mempertahankan integritas kulit
7)Meningkatkan pengetahuan keluarga tentang perawatan di rumah dan kebutuhan evaluasi
2.5EVALUASI
Evaluasi merupakan tahap dimana proses keperawatan menyangkut pengumpulan data objektif dan subjektif yang dapat menunjukkan masalah apa yang terselesaikan, apa yang perlu dikaji dan direncanakan, dilaksanakan dan dinilai apakah tujuan keperawatan telah tercapai atau belum, sebagian tercapai atau timbul masalah baru.
DAFTAR PUSTAKA
Cecily L. Betz, (2002), Keperawatan Pediatri Edisi III, EGC, Jakarta
Ngastiyah (1997), Perawatan Anak Sakit, Edisi III EGC ,Jakarta.
Suriadi Skp ,(2001), Asuhan Keperawatan Pada Anak Edisi I, PT.FAJAR INTERPRATAMA, Jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar